TEMBAK MATI SEBAGAI EKSEKUSI PIDANA MATI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM (TELAAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 21/PUU-VI/2008)

Abstract

Abstract: As the Dead Shoot Dead in Perspective of Criminal Execution Positive Law and Islamic Law (Assessing the Constitutional Court Decision No. 21 / PUU-VI / 2008). Holistic science of law can not work alone to focus on regulations but also on behavior. If connected to the Petitioner’s argument and basic consideration in the Constitutional Court No. 21 / PUU-VI / 2008 related to the constitutionality of the firing squad as executions at least fulfilled. In this case the applicant submits an expert witness along with a wide range of experience and expertise of each. The priest there, Expert anesthetics, Orthopaedic Surgeon, Expert Islamic Law, and Criminal Law Expert. The government parties also testified in the trial. Descriptions are mostly used as a basis for a decision by the Court. In the context of Islamic law, was shot dead as part of ta’zîr that can be done by the government. Ta’zîr policy is certainly lead to the benefit of the people and in accordance maqâshid al-Sharia.Abstrak: Tembak Mati Sebagai Eksekusi Pidana Mati dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Telaah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VI/2008). Ilmu hukum yang holistik tidak bisa bekerja sendiri memfokuskan pada peraturan melainkan juga pada perilaku. Jika dihubungkan dengan argumentasi Pemohon dan dasar pertimbangan dalam Putusan MK No. 21/PUU-VI/2008 terkait uji konstitusionalitas tembak mati sebagai eksekusi pidana mati setidaknya terpenuhi. Dalam hal ini Pemohon mengajukan Saksi beserta berbagai ahli berdasarkan pengalaman dan keahliannya masing-masing. Ada Rohaniawan, Ahli Anastesi, Ahli Bedah Orthopedi, Ahli Hukum Islam, dan Ahli Hukum Pidana. Pihak Pemerintah juga memberikan keterangan dalam persidangan. Keterangan-keterangan tersebut sebagian digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan oleh Mahkamah. Dalam konteks hukum Islam, tembak mati merupakan bagian dari ta’zîr yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan ta’zîr tersebut tentunya mengarah kepada kemaslahatan umat dan sesuai maqâshid al-syarîah.