Persepsi Perempuan tentang Poligami (Studi pada Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia Provinsi Lampung)

Abstract

Abstract: Women's Perception Toward Polygamy (Study in the Conference Board of Islamic Indonesian Women Organization (BMOIWI) in Lampung Province) This study reviews women perception toward polygamy. In Indonesia, the case of polygamy is addressed by various Muslim women  organizations differently. The ' Aisyiyah organizations, for example, argue that polygamy should be avoided, fearing the husband could not do just, and to inflict suffering in a household. Al-Wasliyah organizations argue that polygamy can be done only in emergencies; while KPMDI, a part of Golkar organization argue that polygamy is a reasonable solution for Humanbeing as Allah creates advantages for men, including  their biological desire which is  higher than women. This study find out that BMOIWI Lampung also approve of polygamy on condition that it must be preceded by the consent of the first wife and the approval of the Religious Court. In addition, the husband must be able to provide for financial and livelihood  and to be fair to their wives and children. Abstrak: Persepsi Perempuan tentang Poligami (Studi pada Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia Provinsi Lampung). Penelitian ini mengulas persepsi kaum perempuan terhadap poligami. Di Indonesia, kasus poligami ditanggapi berbagai organisasi wanita Islam secara berbeda. Organisasi 'Aisyiyah, misalnya, berpendapat bahwa poligami harus dihindari karena dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil, dan menimbulkan penderitaan dalam sebuah rumah tangga.  Organisasi Alwasliyah berpendapat bahwa poligami dapat dilakukan apabila benar-benar darurat, sedangkan KPMDI salah satu bagian dan organisasi GOLKAR berpendapat bahwa poligami merupakan suatu solusi yang wajar karena Allah menciptakan kelebihan bagi laki-laki termasuk biologisnya lebih tinggi ketimbang perempuan. Penelitian ini menemukan fakta bahwa BMOIWI Provinsi Lampung juga menyetujui poligami dengan syarat harus didahului dengan adanya persetujuan dari istri pertama dan persetujuan dari Pengadilan Agama, serta suami mampu memberi nafkah finansial maupun nafkah batin dan mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.