Reformasi Syariat Islam (Kritik Pemikiran Khalīl ‘Abd al-Karīm)
Abstract
Abstract: Reformation of the Sharia (Islamic Law): A Review of Khalīl 'Abd al-Karīm Thought) This article analyses the conflicting views between Egyptian Islamists and Khalīl 'Abd al-Karīm on the entity of Shari'ah (Islamic Law). According to the Islamist group, Shari’ah is a pure devine law without any influence of whatsoever and from wheresoever. It could even be used as an alternative to resist the exercises of secular and pro-Western power in Egypt. Khalīl 'Abd al-Karīm rejects this argument on the grounds that Islamic law is not pure as it also adopted pre-Islamic Arab tradition. According to Khalīl, the true Islamic Shari'a is the law born in Makkah and Madina in the presence of Arab communities bound to the traditions of ancestors. In fact, both Khalīl and the Islamists, have similar view that the true Islamic law is what had been practiced by the Prophet Muhammad during his life in Mecca and Medina. Still, the two sides have grounded their interpretation differently; Islamists interpret the concept of Islamic law through textualist historical approach, while Khalīl interpret it through contextualist historical approach. Abstrak: Reformasi Syariat Islam (Kritik Pemikiran Khalīl ‘Abd al-Karīm). Artikel ini mengulas tentang perbedaan pendapat antara kelompok Islamis Mesir dengan Khalīl ‘Abd al-Karīm dalam masalah eksistensi Syari’at Islam. Menurut kelompok Islamis syariat Islam itu murni tanpa ada pengaruh dengan apa pun dan dari mana pun. Ia bahkan bisa menjadi alternatif untuk menolak praktik kekuasaan di Mesir yang sekular dan pro-Barat. Khalīl ‘Abd al-Karīm menolak pendapat ini dengan alasan bahwa syariat Islam telah mengadopsi tradisi Arab pra-Islam di dalamnya. Menurut Khalīl, syariat Islam yang benar adalah syariat historis kontekstualis yang diturunkan pada awal detik-detik lahirnya Islam di Makkah dan di hadapan masyarakat Arab yang berpegang teguh pada tradisi nenek moyang. Menyimak dua pendapat yang berbeda ini, menurut pendapat penulis, sebenarnya, baik Khalīl maupun kelompok Islamis mempunyai ide yang sama bahwa syariat Islam yang benar adalah apa yang sudah dipraktikkan oleh Nabi Saw di Makkah dan Madinah dan bersumber dari wahyu Allah. Namun demikian, mereka telah berpijak pada sebuah penafsiran yang berbeda. Kelompok Islamisme memaknai konsep syariat Islam melalui pendekatan historis tekstualis, sedangkan Khalîl memaknainya dengan menggunakan perspektif historis kontekstualis.