RELASI ISLAM, NEGARA, DAN PANCASILA DALAM PERSPEKTIF TATA HUKUM INDONESIA
Abstract
There aredifferences of opinion in looking at the relationship between religion and state. Some proposed that the state should be based on religion (Islam) and others have argued the opposite, the state should be separated from the religion (secular nationalism). The debate is considered complete after the Jakarta Charter formula was agreed, although it was annulled after the legalization of the Constitution on August 18, 1945. History shows that Muslims sacrifice for this country is invaluable both in terms of physical struggle (body and soul) and ideological (Islamic values). So that, returning authority to the Muslim community to determine the direction of development of the country has become a necessity. Through this article, the author would like to express a new form of moral calling on Muslims to contribute to this country, some of them with sincerity impose Islamic lawinto national law. Terdapat perbedaan pendapat dalam memandang hubungan agama dan negara. Ada yang berpendapat negara harus berdasarkan pada agama (Islam) dan ada yang berpendapat sebaliknya, bahwa negara harus dipisah dari agama (nasionalisme sekuler). Perdebatan dianggap selesai setelah disepakati rumusan Piagam Jakarta, meskipun kemudian dianulir setelah disahkannya UUD tanggal 18 Agustus 1945. Sejarah ini menunjukkan bahwa pengorbanan umat Islam untuk negeri ini tidak ternilai harganya baik ditinjau dari segi perjuangan fisik (jiwa raga) maupun ideologis (nilai-nilai keislaman). Dari pengorbanan tersebut, mengembalikan kewenangan kepada umat Islam untuk menentukan arah pembangunan negara ini menjadi keniscayaan. Karena itu melalui tema ini, penulis ingin mengungkapkan bentuk baru panggilan moral umat Islam untuk memberikan konstribusi terhadap negeri ini, yaitu diantaranya melalui keikhlasan memberlakukan hukum Islam ke dalam hukum nasional.