PEMIKIRAN WAHBAH AL-ZUHAILY TENTANG AHKAM AL-USRAH

Abstract

This research is a normative judicial, with historical-analytic approach. Method of collecting data uses literature study, while the analysis of the data uses content analysis. The results showed that in applying ijtihad, Wahbah al-Zuhaily first review the texts contained in the  Qur’an  by  using  an  approach  related  disciplines  such  as  linguistics  who  heed  the words mujmal, musytarak, ‘amm or Khass, haqiqah or majaz, haqiqah or ‘urf, muthlaq or muqayyad etc, then the Prophet hadith; qauliyah, amaliyah, and taqririyah. After that he used qiyas and maslahah consideration for the realities faced by using the general rules as istihsan, maslahah mursalah, urf, sadd adh-Dzari’ah and others. Wahbah al-Zuhaily begins discussion of family law with a preliminary discussion of marriage; shari’ah law marriage, marriage sermon, proposed marriage proposal of others, and see the woman who had been groom before marriage. Wahbah al-Zuhaily also explained that the marriage law is not always the Sunnah, but can change mandatory, permissible, forbidden even makruh, depending on the context. Penelitian  ini  merupakan  penelitian  yuridis  normative,  dengan  pendekatan  historis- analitis. Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan, sedangkan analisis data menggunakan content analysis (analisis isi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan ijtihad, Wahbah Al-Zuhaily terlebih dahulu melakukan kajian terhadap nash-nash yang terdapat dalam al-qur’an dengan menggunakan pendekatan disiplin ilmu yang terkait seperti ilmu bahasa yang memperhatikan kata-kata mujmal, musytarak, ‘amm atau khashsh, haqiqah atau majaz, haqiqah atau ’urf, muthlaq atau muqayyad dll, kemudian hadits Rasul baik yang Qauliyah, amaliyah, maupun taqririyah. Setelah itu menggunakan qiyas  serta  pertimbangan  maslahah  bagi  realitas  yang  dihadapi  dengan  menggunakan kaidah-kaidah  umum  seperti  istihsan  ,  maslahah  mursalah,  urf,  sadd  adz-Dzari’ah  dan lain-lain. Wahbah Al-Zuhaily memulai pembahasan hukum keluarga dengan pembahasan tentang pendahuluan pernikahan; hukum pernikahan secara syari’at, khutbah pernikahan, meminang  pinangan  orang  lain,  dan  melihat  perempuan  yang  telah  dipinang  sebelum dinikahi. Wahbah  Al-Zuhaily  juga  menjelaskan  bahwa  hukum  pernikahan  tidak  selalu sunnah, tapi bisa berubah wajib, mubah, makruh bahkan haram, tergantung konteksnya.