TRANSFORMASI NILAI NILAI SENI DALAM DAKWAH Studi terhadap Dialektik Dakwah dalam Kesusastraan
Abstract
Islam as a religion of dakwah. In the call for God’s pathway, one not only needs strategies but also knowledge as a long process that must be followed. Various ways are followed with full of wisdom, gentleness, and consistence (bil himah wa mauizhotil hasanah). A strategy and media are required to maintain the holiness of the message that bless the whole world and its nature (rahmatan lilalamin), in order that message is received wholly (kaffah), impartially, to give effect to attitude and behavior of Islamic communities. As a religion of dakwah, Islam is easily penetrated and accepted by various peoples, when it is inclusive, open to social cultural and social political. Due to the openness social cultural value and the holy message merge without significant obstacles or friction.The two way attention and movement of dakwah actually enable Islam inscribe golden lines along human civilisation and spread through different continents and countries including Indonesia. This is because the message of Islam contains piety which transcendental, and scaral as well as humanism which profane and worldly in the society. The transformation of sacred values has inhuman spirit that can go beyond human barrier and partition and make the person full of faith and beliefs. Moreover, dakwah shows historical social reality. The massive sympathy people show to the transformation of the value often produce ideas and movement supported by the transcendental power.Keywords: dakwah, inclusive, transformation Islam adalah agama dakwah. Seruan atau ajakan kepada “jalan Tuhan” (sabili rabb) menempuhnya tidak hanya membutuhkan strategi tapi juga ilmu sebagai bagian dari proses panjang yang mesti harus dilalui. Beragam jalan ditempuh, tentunya dengan kearifan, penuh bijaksana lemah-lembut dan teguh pendirian (bil hikmah wal mauizhotil hasanah). Kesucian pesan yang mengandung rahmat bagi seluruh alam dan segala isinya (Rahmatan lil ‘taalamin) agar senantiasa terjaga dan tertransformasikan baik secara langsung atau tidak langsung pada ummat dibutuhkan strategi dan media. Hal ini agar “pesan suci” tersebut diterima secara utuh (kaaffah), tidak potong-sepotong karena akan berdampak pada sikap dan perilaku ummat. Sebagai agama dakwah, Islam lebih mudah masuk di semua kalangan dan diterima ketika bersifat inklusif, senantiasa membuka diri, dalam ruang dialektika sosial budaya, bahkan sosial politik. Berangkat dari keterbukaan inilah sehingga antara nilai sosial budaya di satu tempat dan “pesan suci” yang menjadi misi dakwah menemukan titik temu, tanpa ada gesekan dan benturan yang signifikan.Perhatian dan gerakan dakwah dari dua sisi inilah yang sesungguhnya menjadikan Islam mampu menorah tinta emas sepanjang sejarah peradaban manusia dan menyebar di berbagai belahan benua dan dunia hingga Indonesia. Karena selain kesholehan ibadah transcendental sacral dan melangit, hal lain yang tak kalah penting dan perannya adalah kesholehan sosial, profane dan membumi di tengah masyarakat sosial. Transformasi nilai-nilai seni suci ini memiliki “ruh ghoib” mampu melampaui batas dan sekat manusia hingga menjadikannya penuh keimanan dan keyakinan dari pesan suci tersebut. Lebih dari itu dakwah juga menampakkan ruang realitas sosial yang mensejarah, masifinya simpatik masyarakat pada transformasi nilai tersebut tak jarang menjadi sebuah gagasan dan gerakan yang ditimbulkan dari kekuatan transendental.Kata kunci : Dakwah, Inklusif, Transformasi