Implementasi Kurikulum 2013 pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta
Abstract
This paper seeks to analize the implementation of 2013 Curricula in the case of students with disability at a Muhammadiyah Elementary School in Yogyakarta. The research found that the implementation is done gradually in a way to adapt to the condition of the students. In the teaching process, a student with disability may choose a subject that he/she needs to learn. The learning objectives and outputs can be modified to meet the level of the student’s ability or by adapting the length of learning to be longer than other non-disabled students.The supporting factors include no discrimination among all students of various abilities and the local government support. The challenging factors include the lack of special assistance teachers, the inefficiency in the learning process, and the lack of disability knowledge among the teachers.[Tujuan penelitian ini untuk menganalisis Implementasi Kurikulum 2013 pada ABK di SD Muhammadiyah Sapen, Yogyakarta. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis. Penelitian menemukan bahwa implementasi kurikulum 2013 di SD Muhammadiyah Sapen dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan gradasi berat atau ringannya kondisi peserta didik. Dalam proses pembelajaran ABK dapat menentukan sendiri tema atau hal yang akan dipelajarinya pada hari tersebut. Selanjutnya untuk penyusunan RPP, khusus untuk anak ABK, SK/KD bisa diturunkan dan disesuaikan berdasarkan kemampuan anak.Faktor pendukung terlaksananya kegiatan ini meliputi adanya kerjasama yang baik antar guru dan orang tua dan adanya dukungan penuh dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah bertanggungjawab dalam mempersiapkan atau memberikan bantuan profesional kepada guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait. terjalinnya kerjasama yang baik dengan Diknas-diknas, diantaranya Diknas pariwisata. Faktor penghambatnya meliputi, belum tersedianya tenaga khusus untuk penanganan anak tunarungu dan tunagrahita, belum adanya Guru Pendamping Khusus, kurang efisiennya waktu pembelajaran, dan masih kurangnya pemahaman guru tentang penanganan masalah anak-anak ABK.]