POLITIK SANTRI TRADISIONAL DAN KEIKUTSERTAANNYA DALAM KEKUASAAN NEGARA

Abstract

Keikut-sertaan santri tradisional dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah dimaklumi oleh warga Negara. Bahkan ahli sejarah dari bangsa penjajah juga memakluminya, meskipun tidak banyak ditulis oleh ahli sejarah bangsa kita sendiri. Sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang, santri tradisional yang bertolak dari Pondok Pesantren, sudah berjuang untuk mengusir penjajah. Mereka bersepakat, bahwa haram hukumnya umat Islam dikuasai dan dipimpin oleh orang kafir, sehingga pakaian yang sering dipakai oleh penjajah juga haram dicontoh oleh umat islam. Itulah sebabnya, pakaian jas dan dasi pada saat itu, diharamkan oleh Kyai tradisional, karena dianggap mencontoh atau menyerupai sikap penjajah (orang kafir). Seluruh komponen bangsa yang merasakan pahit-getirnya akibat penjajahan, karena menguras sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), untuk kepentingan pihak penjajah, maka umat slam yang paling banyak merasakannya, ditambah lagi dengan pembatasan kegiatan kegamaan yang dituangkan dalam Undang-Undang (Ordinansi) yang sangat menyulitkan umat Islam, sehingga memaksa santri tradisional untuk melakukan perlawanan dengan pemuda muslim yang lain. Politik santri tradisional di masa ini, tidak untuk merebut kekuasaan Negara, tetapi mengusir penguasa (penjajah)k. dan pada saati Indonesia merdeka, di mana Belanda masih ingin kembali menjajah Nusantara, lagi-lagi santri tradisional mengangkat senjata bersama-sama dengan TNI, hingag 1950. Ketika pemerintah Orde Lama dengan menganut bentuk Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin, santri tradisional banyak terserap di Lembaga Parlemen dengan mewakili Partai NU ketika itu. Peran politik santri tradisional menurun, tatkala pada Orde Baru, kecuali sebagian kecil yang masih ingin berkiprah di Lembaga Politik, dengan cara menyebar di Golkar, PPP dan PDI. Sedangkan Lembaga Eksekutif tidak ada, karena lembaga tersebut dikuasai oleh militer. Kiprah yang begitu besar, tatkala perubahan pemerintahan Orde Baru ke Orde Reformasi, di mana santri tradisional mendapatkan kesempatan dengan mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sebagian kecil ada di Golkar dan di PPP.