PENAFSIRAN SYEKH WAHBAH ZUHAILÎ TENTANG MARAH DALAM KITAB TAFSÎR AL-MUNÎR: AQÎDAH, SYARÎ’AH, DAN MANHAJ
Abstract
Penafsiran Syekh Wahbah al-Zuhailî tentang marah dalam kitab Tafsir al-Munir. Mengingat bahwa marah merupakan bagian dari sifat manusia yang harus mampu dikendalikan oleh setiap manusia. Sebab, marah ini memiliki dampak yang positif ataupun negatif bagi orang yang mengekpresikannya. Di dalam kitab Lisan al 'Arab dan al-Mu'jam al-Wasith sebagaimana dikutip Khuma’is al-Said, marah al-gadab secara bahasa mempunyai beberapa makna, di antaranya: al-sukht (kemurkaan), dan a'l-‘abusu (kemuraman). Imam Al-Ghazali di dalam karyanya mengatakan adanya marah dalam diri manusia adalah untuk menjaganya dari kerusakan dan untuk menolak kehancuran. Adapun penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menjadikan Tafsir al-Munir sebagai sumber data premier. Untuk mencapai suatu kesimpulan yang konkrit maka penulis menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu dengan cara mengumpulkan data-data yang ada kaitannya dengan permasalahan dan memeriksa secara konseptual makna yang ada dalam berbagai istilah guma mendapatkan kejelasan makna yang sebenarnya. Berdasarkan metode tersebut, penulis mendapatkan suatu kesimpulan bahwa Syaikh Wahbah memaknai term Gadab (marah) dalam Al-Qur’an sebagai berikut: pertama, Gadab yang bermakna murka Allah, dimana makna murka tersebut subjeknya adalah Allah dan objeknya adalah kaumnya yang menentang utusan-utusan Allah. Kedua, Gadab yang bermakna marahnya utusan Allah kepada kaumnya yang suka membantah, mencela Nabi dan melakukan tindakan yang melenceng dari ajaran-ajaran para Nabi. Ketiga, marah manusia oleh manusia, yaitu marah seseorang yang di tujukan kepada orang lain dan bahkan berdampak kepada alam sekitarnya.