Dialektika Tradisi dan Tafsir
Abstract
Subyektivitas penafsir tidak melulu menjadi faktor utama dibalik sikap penafsir terhadap tradisi. Sentralisasi subyektivitas penafsir dalam merespons tradisi mengakibatkan pengabaian peran rujukan tafsir sebagai elemen penting atas sikap yang diberikan. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan konstruksi kritik terhadap tradisi yang dilakukan oleh Daud Ismail dalam Tafsir al-Munir yang berangkat dari argumen bahwa tafsir klasik yang dijadikan rujukan memiliki posisi yang sangat penting atas sikap apresiatif dan resistensi yang dihadirkan penafsir terhadap tradisi. Untuk mencapai tujuan tersebut, studi ini menggunakan metode kualitatif dengan teori intertekstualitas. Studi di atas menunjukkan bahwa bentuk tradisi yang dikritik oleh Daud Ismail dalam Tafsir al-Munir merupakan bentuk kesyirikan, yaitu paham animisme dan dinamisme yang mengakar di masyarakat Bugis. Dalam mengkritik tradisi kadangkala Ismail memberikan penekanan pada aspek kecaman dan kadang juga menekankan pada aspek konsekuensi dari tradisi tersebut. Aksentuasi yang berbeda diberikan Ismail disebabkan keterpengaruhannya terhadap AGH Muhammad As’ad yang memahami ayat-ayat akidah secara literalis. Dalam menerapkan metode yang digunakan oleh Muhammad As’ad di atas, Ismail menggunakan tafsir klasik sebagai dasar atas pemaknaan ayat secara harfiah.