ARTIFICIAL INTELIGENCE UNTUK KEMANUSIAAN: Pengembangan Konsep Keberagamaan Melalui Chat-GPT sebagai Solusi Krisis Identitas Muslim Urban di Era Digital

Abstract

Krisis identitas adalah tantangan nyata yang dihadapi Muslim urban di era digital. Tuntan modernitas diiringi kebutuhan spiritual menyebabkan media digital menjadi sumber pemahaman keagamaan mereka. Sayangnya pola keagamaan yang dihasilkan dari interaksi media digital cenderung memperkeruh kondisi umat beragama yang ada dalam struktur masyarakat multikultural. Sebab, media digital kerap kali menjadi arena bagi penyebaran paham radikal dan ekstrem. Di sisi lain, keberadaan Artificial Intelligence (AI) sebagai bagian media digital dapat menjadi alternatif solusi melalui pengembangan pola keberagamaan yang inklusif dan adaptif bagi Muslim urban di era digital. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran ChatGPT sebagai bagian dari AI dalam mengembangkan pola beragama sebagai solusi terhadap krisis identitas yang dihadapi oleh Muslim urban dalam era digital. Metode penelitian menggunakan studi pustaka dengan dua jenis data. Sumber data primer berupa jawaban ChatGPT terhadap perintah yang diinginkan oleh penulis konsep beragama di era digital bagi Muslim urban. Sedangkan data sekunder diperloleh dari literatur terkait khususnya tentang kecerdasan buatan dan prinsip moderasi beragama di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola beragama yang tepat menurut ChatGPT di era digital melibatkan integrasi nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai dasar seperti integritas, penghormatan, tanggung jawab, dan keseimbangan menjadi landasan utama yang disertai dengan memperhatikan kredbilitas sumber pemahaman agama di media digital. Krisis identitas dapat diatasi dengan penguatan identitas keislaman, pengembangan  pemikiran kritis, keterlibatan positif dalam masyarakat, dan pembentukan hubungan yang inklusif dengan berbagai kelompok. Konsep beragama tersebut memiliki relevansi dengan nilai-nilai moderasi beragama yang diidentifikasi melalui empat indikator, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal