Tradisi Jeulamee Di Kecamatan Peunaron Dalam Pernikahan Suku Aceh Perspektif Mashlahah
Abstract
Tradisi pemberian jeulamee menjadi suatu momok yang menakutkan bagi mayoritas pemuda yang ingin menikah karena sebagian besar calon istri dari perempuan suku Aceh pasti akan memasang harga mahar yang terbilang cukup tinggi dan fantastis jika diukur dari ukuran masyarakat yang mayoritas di dominasi oleh tingkat ekonomi kelas bawah. Penelitian ini meneliti konsep dan praktik pemberian jeulamee dalam pernikahan suku Aceh di Kecamatan Peunaron dan bagaiman konsep tersebut dipandang menurut kacamata mashlahah Najmuddin al-Thufi. Penelitian ini tergolong kedalam jenis penelitian empiris, dengan menggunakan pendekatan empiris aktualistik deskriptif yang bersifat konkrit dan aktual. Dalam penelitian ini, sumber data primer yang digunakan adalah informasi dari para informan, dilengkapi dengan data skunder. Pengumpulan data ditempuh dengan observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jeulamee sama dengan mahar, hanya saja yang berbeda adalah bentuknya yang mengharuskan emas dalam takaran mayam. Jeulamee merupakan simbol kehormatan baik bagi pihak perempuan maupun pihak laki-laki. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar jeulamee diantaranya pendidikan, keturunan, pekerjaan, dan kecantikan. Adapun tradisi jeulamee dalam pernikahan suku Aceh ini masuk dalam kategori mashlahah Najmuddin al-Thufi. Menikah dengan menetapkan jeulamee yang nilainya tinggi akan menarik suatu manfaat, yaitu menjadi suatu motivasi bagi para pemuda untuk bekerja keras dan mereka bisa mempersiapkan diri dan berupaya meningkatkan kesejahteraan keluarganya ketika sudah menikah nanti.