Status Anak Hasil Poligami Dalam Perspektif Hakim Pengadilan Agama Pasuruan
Abstract
Perkawinan poligami yang dilaksanakan secara sirri dan tanpa izin istri pertama merupakan suatu hal yang menyalahi aturan sehingga perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada, dan apabila mengajukan permohonan isbat nikah maka harus ditolak berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 3 tahun 2018, dan untuk anaknya dapat dimintakan permohonan asal-usul anak agar tetap mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hakim memandang status anak akibat tidak diterimanya isbat poligami sirri pada putusan nomor 1926/Pdt.G/2018/PA.Pas. Penelitian ini termasuk dalam penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, penelitian ini juga didukung dengan adanya data primer yang berupa wawancara langsung kepada Hakim di Pengadilan Agama Pasuruan dan juga data sekunder yang mendukung keberadaan penelitian ini, kemudian data-data tersebut dikelompokkan sesuai dengan rumasan masalah dan dianalisis Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang lahir dari poligami terselubung ini dapat diakui oleh kedua orangtuanya selama terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa anak tersebut memang anak dari pasangan yang isbat poligaminya ditolak. Adapun mengenai akibat hukumnya meliputi kewarisan dan perwalian, sekalipun dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUU-VIII/2010 telah dijelaskan bahwa anak tersebut tetap mendapatkan hak-haknya namun hakim Pengadilan Agama Pasuruan tetap memberikan persyaratan yang harus dipenuhi yakni dengan adanya pembuktian saksi.