Harta Waris Pusaka Tinggi Adat Minangkabau Perspektif Maslahah Mursalah Asy-Syathibi
Abstract
Sistem kewarisan Minangkabau dengan sistem matrilineal yaitu harta warisannya hanya untuk perempuan dari golongan nenek dan ibu kebawah. Seperti pusaka tinggi semua ahli waris tidak ada hak milik individu pada harta pusaka tinggi, hanya hak penguasaan secara individu. Hal ini berbeda dengan kewarisan dalam syari’at yang tidak membedakan ahli waris laki-laki atau perempuan dan keahliwarisannya bersifat individual. Dari dua sistem kewarisan yang berbeda ini banyak yang berpendapat kewarisan Minangkabau keluar dari syari’at, pendapat sebagiannya Minangkabau tidak keluar dari hukum syari’at, karena falsafah adatnya sendiri adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah artinya adat di Minangkabau beratasdasarkan syari’at dan kitabullah. Tujuan penelitian untuk mengetahui lebih mendalam lagi dan maslahah mursalah dari kewarisan Minangkabau dan bertengtangan tidaknya dengan syari’at. Jenis penelitian termasuk yuridis normative dan data lansung dari buku dengan pendekatan filosofis logis atau pemikiran Ulama seperti konsep maslahah mursalah Asy-Syathibi. Adapun hasil penelitian sepintas kewarisan Minangkabau berbeda dengan syari’at, namun dalam pelaksanaan dan perkembangannya tidaklah demikian. Sebab harta pusaka tinggi adalah hak milik bersama, sedangkan menurut syari’at harta bisa diwariskan adalah harta milk roqobah. Kesimpulannya tidaklah bertentangan hukum waris pusaka tinggi dengan syari’at, karena harta pusaka tinggi tidak memenuhi syarat hukum syaria’at, kemudian kemaslahatan yang ada memenuhi syarat seperti yang disyaratkan Asy-Syathibi.