Saksi Keluarga Perkara Perceraian Alasan Mafqūd Perspektif Maslāhah Said Ramadhan al-Buthi, Sah atau Tidak ? (Studi Putusan Perkara Nomor 2151/Pdt.G/2019/PA.TA)
Abstract
Alat bukti saksi telah diatur didalam pasal 145 HIR dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Perbedaan dari keduanya adalah jika pada pasal 145 HIR anggota keluarga sedarah dan semenda tidak boleh dijadikan saksi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 justru memperbolehkan bahkan mengharuskan pihak keluarga dijadikan saksi dalam perkara perceraian dengan syarat perceraian dengan alasan syiqaq. Sementara itu, ditemukan di dalam Putusan Perkara Nomor 2151/Pdt.G/2019/PA.TA, yaitu perceraian dengan alasan mafqūd yang menggunakan saksi keluarga. Maka timbul pertanyaan mengenai keabsahan saksi keluarga dalam putusan tersebut. Fokus penelitian adalah keabsahan saksi keluarga pada Putusan Perkara Nomor 2151/Pdt.G/2019/PA.TA dengan analisis maslahah Said Ramadhan Al-Buthi. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan kasus (case approach). Hasil dari penelitian: (1) Saksi keluarga pada Putusan Perkara Nomor 2151/Pdt.G/2019/PA.TA dihukumi sah. Karena lex spesialis Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 hanya berlaku pada perceraian dengan alasan syiqaq, maka saksi harus berdasar kembali pada aturan umum (lex generalis) yakni pasal 145 HIR/172 RBg. (2) Pertimbangan hakim membolehkan saksi keluarga pada Putusan Perkara Nomor 2151/Pdt.G/2019/PA.TA ditinjau dari perspektif maslāhah Said Ramadhan Al-Buthi dinilai tidak meyimpang dari batasan-batasan, karena pertimbangan hakim tersebut telah memenuhi syarat maslāhah Said Ramadhan Al-Buthi.