Implementasi dan Relevansi Iwad Dari Pelanggaran Taklik Talak Di Pengadilan Agama Banjarmasin

Abstract

Perjanjian taklik talak dilaksanakan hampir di setiap pernikahan, meskipun bukan termasuk syarat dan rukun pernikahan. Perjanjian ini secara garis besar merupakan talak yang digantungkan suami jika dia melanggarnya. Bukan tanpa alasan hal ini menjadi tradisi setelah akad pernikahan di Indonesia karena dilihat dari substansinya perjanjian ini pada dasarnya merupakan jaminan hak istri terhadap tindakan kesewenangan suami yang menelantarkannya. Oleh karena itu perjanjian ini berdampak hukum di kemudian hari jika suaminya melanggar taklik talak dan istri tersebut tidak ridho bisa melaporkannya di Pengadilan Agama untuk menggugat cerai. Perjanjian ini tentunya sangat memberikan output yang sangat positif, mengingat hak istri seringkali diabaikan oleh suaminya. Dan dalam pelaksanaan perceraian taklik talak terdapat pembayaran iwad. Peraturan terakhirnya yaitu KMA nomor 411 pada tahun 2000 menyebutkan uang iwad dari pelanggaran taklik talak sebesar Rp. 10.000. Mengingat peraturan terakhirnya ini sudah hampir duapuluh tahun tidak diperbarui, maka dari itu sangat menarik jika saya teliti lebih dalam mengenai relevansi atau kelayakan nominal uang iwad dari pelanggaran taklik talak pada pada masa sekarang melalui sudut pandang hakim di Pengadilan Agama dan dan implementasi pembayaran uang iwad tersebut. Rumusan penelitian ini adalah: 1) bagaimana implementasi iwad dari pelanggaran taklik talak di Pengadilan Agama Banjarmasin. 2) bagaimana relevansi iwad dari pelanggaran taklik talak dari hakim Pengadilan Agama Banjarmasin. Jenis penelitian empiris. Menggunakan metode kualitatif. Lokasi penilitian Pengadilan Agama Banjarmasin. Menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Metode pengumpulan data wawancara dan dokumentasi. Metode pengolahan data : 1) Editing. 2) Classifying. 3) Verifying. 4) Analysing. 5) Concluding. Hasil penelitian ini adalah : 1) secara umum implementasi iwad taklik talak di Pengadilan Agama Banjarmasin sudah sesuai, namun ada perubahan dari segi pola penyaluran yang kurang sesuai dengan sighat taklik talak tersebut. 2) mengenai relevansinya iwad, pak Bakhtiar dan pak Hasanuddin beranggapan masih relevan dilihat dari pihak yang bercerai kebanyakn masih terkendala perekonomiannya. Sedangkan pak Abdul Hadi berpendapat iwad ini sudah tidak layak lagi karena dilihat adri sisi nominal iwad sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.