Kemandirian Perempuan Dalam Perkawinan Perspektif Husein Muhammad
Abstract
Selama ini ada pandangan umum yang menyatakan bahwa perempuan menurut fiqh Islam tidak berhak menentukan pilihan atas pasangan hidupnya, melainkan ayah atau kakeknya. Hal ini lalu menimbulkan asumsi umum bahwa Islam membenarkan kawin paksa. Pandangan ini dilatar belakangi oleh pemahaman terhadap hak ijbar. Maka dengan kehadiran Husein Muhammad mencoba menafsirkan teks-teks agama yang bias gender. Salah satu pembahasan nya ialah tentang kemandirian perempuan dalam perkawinannya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yang bersifat kualitatif dengan pendekatan konseptual. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi pustaka dan dokumen. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa latar belakang pemikiran Husein Muhammad tidak terlepas dari rujukan kitab-kitab klasik meskipun pemikirannya telah modern, Husein Muhammad tetap mempertimbangkan pendapat-pendapat mazhab. Hanya saja, ia mengaplikasikannya dengan menyesuaikan keadaan sosio-kultural saat ini. Menurut Husein Muhammad memilih pasangan merupakan hak otoritas perempuan, sedangkan ayah atau kakeknya (wali) hanya berhak mengarahkan dan membimbing perempuan untuk memilih pasangan yang baik untuk dirinya. Karena jika menerapkan konsep Syafi’i yang menjadikan pihak ayah sebagai peran utama dalam perkawinan anak perempuannya, secara otomatis perempuan tidak akan mendapatkan kemerdekaan dan kemandiriannya. Maka yang lebih relevan dengan sosio-kultural kita saat ini ialah konsep Hanafi yang menjadikan perempuan sebagai peran utama dan orang tua yang menawal anak perempuan dari belakang.