Persepsi Masyarakat Tentang Mahar Sebagai Patokan Nafkah Dalam Keluarga Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Adat

Abstract

Tulisan ini mengkaji dua aspek, yaitu: pertama, alasan masyarakat Desa Kasembon mempertahankan persepsi mahar sebagai patokan nafkah. Kedua, alasan masyarakat mempertahankan persepsi tersebut perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat. Dampak dari pemahaman tersebut, terdapat masyarakat yang memilih membatalkan pernikahannya. Akan tetapi mereka tetap mempertahankan persepsi tersebut hingga saat ini. Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, alasan masyarakat Desa Kasembon mempertahankan persepsi mahar sebagai patokan nafkah dalam keluarga, memberikan motivasi suami untuk mencari nafkah dan sebagai jaminan pemberian nafkah yang layak. Faktor lain yakni kurangnya ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama. Kedua, masyarakat yang mempertahankan merupakan bentuk praktik dari pelestarian budaya. Tradisi ini bisa tetap dipertahankan selama masyarakat terutama pihak yang akan menikah sama-sama bersepakat dan salahsatu tidak merasa keberatan. Namun, apabila salahsatu pihak merasa keberatan sebaikanya mengikuti hukum Islam.