Kewenangan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Denpasar dalam Menangani Kasus Perebutan Hak Asuh Anak

Abstract

Pada tahun 2020 tercatat 5 besar kasus di UPTD PPA Kota Denpasar, termasuk kasus perebutan hak asuh anak yang menduduki peringkat kedua dengan 47 kasus, penyebabnya antara lain kekerasan psikis, perebutan hak asuh anak, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan pelantaran. Sedangkan penerimaan kasus pada tahun 2021 di UPTD PPA Kota Denpasar, kasus perebutan hak asuh anak mengalami penurunan sebanyak 39 kasus, tetapi tetap menempati peringkat kedua. UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa urusan perlindungan anak tidak hanya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat saja, tetapi juga menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penelitin ini melihat kewenangan UPTD PPA Kota Denpasar terkait penanganan perebutan hak asuh anak di kota itu. Artikel ini termasuk dalam jenis penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Hasil riset  menunjukkan bahwa terdapat beberapa penyebab terjadinya kasus perebutan hak asuh anak yaitu kurangnya komitmen dalam berkeluarga, lingkungan keluarga, penerapan pola asuh yang kurang baik serta permasalahan ekonomi, sedangkan apa yang sudah dilakukan oleh UPTD PPA Kota Denpasar terhadap pelayanan kepada pihak yang bersengketa hak asuh anak sejalan dengan Perda Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Pasal 9 ayat 3, telah dilaksanakan secara optimal seperti mediasi, namun ada catatan sendiri dimana di dalam Perda terdapat keistilahan reintegrasi sosial yang dimaknai sebagai mediasi padahal keistilahan mediasi tidak ditemukan dalam penjelasan Perda tersebut sehingga memunculkan potensi bias. Selain itu, UPTD PPA Kota Denpasar kewenanganannya hanya sebatas pada upaya reintegrasi sosial saja, tidak memiliki kewenangan lebih. Dalam hal menetapkan pengasuhan anak ditentukan oleh Undang-Undang dan ditetapkan oleh Pengadilan.