Penyelesaian Perkara Kewarisan Bertingkat Perspektif Maqashid Syariah

Abstract

Perkara kewarisan di Indonesia sering kali muncul karena didasari oleh perasaan kurang adilnya pembagian harta waris, kemudian menjadi awal dari perselisihan antar ahli waris, karena kurangnya ilmu pengetahuan di tengah masyarakat tentang pentingnya pembagian waris, menyebabkan masyarakat menganggap remeh dan menunda pembagian waris hingga berlarut-larut yang akhirnya dapat menimbulkan persoalan baru dalam sistem kewarisan yakni terjadinya kewarisan bertingkat (munasakhat). Permasalahan seperti ini pernah terjadi di Desa Pemecutan Kelod, Kota Denpasar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pendapat Hakim dan Ulama terkait penyelesaian perkara kewarisan bertingkat di Desa Pemecutan Kelod, Denpasar, Bali dalam perspektif maqashid syariah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif. Data penelitian empiris diperoleh melalui studi lapangan yang meliputi wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini adalah ditemukan dua pendapat yang berbeda di antara Hakim dan Ulama. Hakim berpendapat kosnep takharuj dapat digunakan dalam penyelesaian perkara kewarisan bertingkat ini, sedangkan ulama mengatakan tidak karena harus sesuai dengan ketentuan syara’. Pendapat hakim ini sudah sesuai dengan bunyi pasal 174 KHI dan KUHP pasal 832 yang membolehkan istri untuk menmahjub saudara pewaris serta menurut maqashid syariah yang dimana konsep takahruj jika diterapkan maka akan mengakomodir maslahat al-khamsah yakni  hifdz din, hifdz nafs, hifdz nasl dan hifdz mal.