Implementasi Konsep Kafa'ah Oleh Orang Tua Dalam Proses Perjodohan Anak
Abstract
Orang tua pasti menginginkan agar anaknya mendapatkan pasangan yang baik, salah satu cara yang dilakukan adalah melakukan perjodohan. Hal tersebut didasari pada kekhawatiran orang tua ketika anak sudah matang usianya namun belum menikah, anak akan susah mendapatkan pasangan dan bahkan tidak akan menikah karena usianya sudah terlalu tua. Terkait alasan dari kafa’ah adalah orang tua sebagai wali memiliki hak dalam menentukan calon pasangan anak, dan tidak ingin anaknya menikah dengan orang yang tidak setara dengannya. Bukan hanya setara untuk anak tetapi juga setara dengan keluarga perempuan. Dan standar kafa’ah yang digunakan orang tua disini ialah dari segi nasab, agama, pendidikan dan pekerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan orang tua terhadap urgensi kafa’ah dalam perjodohan di Desa Sumurgeneng Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban dan kriteria apa yang dipegang orang tua dalam menjodohkan anak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer yang dipakai bersumber dari wawancara dan dokumentasi, adapun untuk wawancara bertanya dengan delapan orang tua yang menjodohkan anak. Untuk data sekunder bersumber dari Fiqh Islam Wa Adillatuhu, kitab hadits, kitab fiqh, dan lain sebagainya yang memiliki hubungan dengan objek penelitian khususnya kafa’ah. Metode pengumpulan data, melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi, penelitian ini menghasilkan metode analisis data yang bersifat analisis deskriptif. Hasil penelitian ini orang tua menganggap kafa’ah itu penting, karena kebanyakan orang tua menjadikan kafa’ah sebagai pertimbangan utama dalam menjodohkan anak. Mengenai kriteria dalam perjodohan, orang tua menilai nasab sebagai pertimbangan pertama dalam menjodohkan anak. Karena nasab yang baik bisa dipastikan orang tersebut memiliki kepribadian yang baik. Kemudian agama yang dijadikan dasar adalah yang ibadahnya baik, bisa mengaji dan yang mengamalkan amaliah Nahdlatul Ulama. Kemudian baru dari aspek pendidikan dan terakhir pekerjaan.