Kewenangan Dan Keabsahan Talak Dalam Fiqh Kontemporer Perspektif Qasim Amin Dan Jamal Al-Banna

Abstract

Pandangan budaya patriarki yang menganggap perempuan sebagai pilihan kedua masih sangat berpengaruh. Lebih buruk lagi, semua ini dianggap sebagai hasil dari ajaran Islam. Oleh karena itu, muncullah Qasim Amin dan Jamal al-Banna sebagai tokoh-tokoh yang berjuang untuk memberdayakan dan membebaskan perempuan. Asumsinya bahwa Islam akan terlihat lebih baik jika perempuan dapat bersaing, dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan komparatif dan konseptual. Hasil penelitian diperoleh dari berbagai literatur bahan penelitian yang menunjukan bahwa, (1) Qasim Amin tidak setuju jika hak cerai hanya dimiliki laki-laki. Sama halnya dengan memilih jodoh, dalam hal cerai wanita juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Sehingga, keabsahan talak menurutnya, apabila perceraian itu diajukan ke pengadilan dan diputuskan oleh hakim. Sedangkan menurut Jamal Al-Banna, pernikahan merupakan bentuk perjanjian layaknya akad jual beli. Maka dari itu, jika salah satu dari keduanya tidak menyetujui untuk bercerai, perceraian semacam ini tidak dinyatakan sah. (2) Kontribusi pemikiran Qasim Amin tentang talak dengan mengajukan lima langkah sebelum perceraian terjadi, telah menjadi dasar dalam pembentukan peraturan hukum keluarga. Sedangkan pemikiran Jamal al-Banna tidak secara langsung memengaruhi praktik hukum talak di Indonesia tetapi dapat membantu dalam membentuk pandangan yang lebih bijaksana dan adil tentang hukum talak.