PANDANGAN GEREJA KATOLIK TERHADAP BÖWÖ DALAM TRADISI PERKAWINAN SUKU NIAS
Abstract
Tulisan ini membahas mengenai makna böwö atau mahar dalam perkawinan adat Nias dan pandangan Gereja Katolik. Secara umum, böwö memiliki makna penghormatan yang tinggi akan suatu perkawinan dan bagi keluarga yang telah merawat anak. Namun, dewasa ini penulis melihat bahwa tradisi pemberian böwö atau mahar tidak lagi mengutamakan makna awal dari böwö tersebut. Hipotesis sementara penulis adalah makna awal dari pemberian mahar atau böwö dalam perkawinan adat suku Nias sudah kehilangan maknanya. Mahar atau böwö dimaknai sebatas untuk menunjukkan status seseorang. Seseorang yang mampu memberi mahar atau böwö yang besar dianggap sebagai seseorang yang sudah dewasa dan dengan sendirinya mendapat tempat dalam kehidupan bermasyarakat. Namun bagi mereka yang tidak mampu melunasi mahar atau böwö yang telah ditentukan, maka mereka harus membayar dalam jangka waktu yang lama sehingga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan hidup keluarga itu. Makna mahar atau böwö pertama-tama sejalan dengan Gereja Katolik, namun dewasa ini hal tersebut sangat bertentangan. Perkawinan dalam Gereja Katolik sangat menekankan kesejahteraan keluarga, namun böwö yang tinggi dapat menjadi beban. Sesuai dengan pandangan Gereja Katolik, penulis menemukan bahwa dewasa ini pemenuhan böwö adalah sesuatu yang fakultatif, kerena böwö bukanlah penentu sah atau tidaknya perkawinan. Kesejahteraan keluarga adalah hal yang utama dalam perkawinan Gereja Katolik.