Hadis Pada Masa Pembaharuan Islam Di Minangkabau: Telaah Penggunaan Hadis Dalam Majalah Alchoethbah Karya Hs. Moenaaf
Abstract
The issue of Islamic reform in Minangkabau in the 20th century is strongly associated with the advancement of literacy in writing. The progress in literacy during this period was used as a reference for society to study Islam, one of which was through magazines. This article aims to reveal the use of hadiths in the magazine Alchoethbah, which was published in Minangkabau in the early 20th century. The use discussed includes issues such as the prohibition against prioritizing reason over Sharia (contravening religious teachings) and the importance of unity. These two hadiths were used by Hs. Moenaaf has legal legitimacy in his writings. The author then conducts an analysis related to the hadiths and the magazine Alchoethbah using qualitative data analysis, focusing on the hadiths used in the magazine. The data obtained is then critically described using the narrative analysis method. The author's analysis found that two hadiths were used and written by Hs. Moenaaf in the magazine Alchoethbah. These hadiths were presented by Hs. Moenaaf supports the context of Islamic reform in his sermon narratives. The two hadiths included in the magazine Alchoethbah served as part of the evidence used by the writer. Broadly speaking, these hadiths were relevant to the period of Islamic reform, as Alchoethbah itself served as a medium to facilitate the understanding of the teachings of Islamic reformist scholars, such as the prohibition of prioritizing reason over the islamic sharia and the prohibition against division and group fanaticism.Abstrak: Isu pembaharuan Islam di Minangkabau pada abad ke-20 kental dengan kemajuan literasi tulis- menulis. Kemajuan literasi pada periode ini dijadikan sebagai bahan referensi masyarakat untuk mempelajari Islam, salah satunya melalui majalah. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap pengunaan hadis dalam majalah Alchoethbah yang terbit di Minangkabau awal abad 20. Penggunaan yang dimaksud meliputi pada isu larangan mengedepankan akal dibanding syariat (menyelisihi ajaran agama) serta pentingnya rasa persatuan. Kedua hadis ini digunakan oleh Hs. Moenaaf sebagai bahan legitimasi hukum dalam tulisannya. Kemudian penulis melakukan sebuah analisis terkait hadis dan majalah Alchoetbah dengan analisis data kualitatif, dengan riset yang fokus kepada hadis-hadis yang digunakan dalam majalah Alchoethbah. Data yang diperoleh kemudian dideskripsikan secara kritis dengan metode narrative analiysis. Hasil analisis penulis menemukan bahwa terdapat dua hadis yang digunakan dan tulis oleh Hs. Moenaaf kedalam majalah Alchoetbah, hadis ini dihadirkan oleh Hs. Moeanaaf untuk megusung konteks pembaharuan Islam dalam narasi khutbahnya. Kedua hadis tersebut masuk dalam majalah Alchoethbah sebagai bagian dari dalil yang digunakan penulis. Secara garis besar hadis-hadis ini relevan pengunaanya pada masa pembaharuan Islam, karena Alchoethbah sendiri hadir sebagai salah satu media untuk memudahkan dalam memahami ajaran para ulama pembaharu Islam, seperti larangan mengedepankan akal dan lebih mendahulukan syariat Nabi Muhammad Saw serta larangan dalam berpecah belah dan fanatisme kelompok.