BERAGAMA KATOLIK, BERBUDAYA TIONGHOA SEBUAH KAJIAN TERHADAP HIBRIDITAS UMAT KATOLIK-TIONGHOA PAROKI ST. MARIA IMMACULATA SLAWI

Abstract

Paroki Santa Maria Immaculata Slawi berdiri di daerah Kabupaten Tegal yang memiliki sejarah berkembangnya masyarakat Tionghoa. Etnis Tionghoa berperan penting dalam dinamika Paroki. Mereka sekaligus menghidupi budaya Tionghoa dan iman Katolik. Akibat kebijakan orde baru mereka tidak bisa menghidupi budaya mereka, tetapi Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2000 membuka ruang bagi ekspresi budaya mereka. Pada Tahun Baru Imlek mereka mulai mengadakan kirab gotong toa pek kong atau tepekong. Ritual gotong tepekong merupakan arak-arakan tandu yang berisikan patung leluhur yang diarak mengelilingi kota. Tulisan ini akan menggali penghayatan orang Katolik-Tionghoa dalam menghidupi kedua tradisi yang berbeda. Pemikiran Homi K. Bhabha digunakan untuk memahami pilihan sikap umat Tionghoa-Katolik di Slawi. Dalam kajiannya, Homi K. Bhabha berbicara mengenai “ruang ketiga,” pertemuan atau interaksi antara dua budaya atau identitas yang berbeda dalam satu ruang yang sama. Homi K. Bhabha menekankan “ruang ketiga” bukan hanya sebagai hasil pertemuan antara dua budaya melainkan juga membangun konstruksi sosial yang dinamis. Analisis terhadap realitas ini akan membantu memahami kompleksitas pemaknaan umat akan kekayaan agama dan budayanya.