Pembinaan Karakter Disiplin dan Relegius Melalui Kegiatan Keagamaan di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Raudhatul Ulum Sakatiga Indralaya Ogan Ilir

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mendiskrispsikan bagaimana pembinaan karakter disiplin dan karakter relegius melalui kegiatan keagaman, dan faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan karakter disiplin dan karakter relegius di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMA IT) Raudahtul Ulum Sakatiga Indralya Ogaan Ilir. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan  menggunakan pendekatan kualitatif. Instrumennya adalah peneliti sendiri dan beberapa guru, wali siswa dan siswa. Data penelitian didapat dari; wawancara, dokumnetasi, dan observasi. Pembinaan karakter disiplin dan karakter relegius adalah bagian penting dalam pendidikan karakter bagi peserta didik. Proses pembinaan karakter tersebut harus melalui media-media yang sesuai dengan objek pembinaan yaitu peserta didik, dan yang menjadi salah satu medianya adalah kegiatan keagamaan di sekolah. Perlu perencanaan yang matang yang harus dilakukan oleh pengurus sekolah dan para guru dalam menentukan kegaiatan keagamaan yang harus diikuti oleh para peserta didik, agar proses pembinaan berjalan dengan baik sesuai dengan harapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pembinaan karakter disiplin dilakukan berjalan dengan baik, dengan indikator; disiplin mentaati peraturan sekolah,, disiplin dalam ibadah, dan disiplin dalam mengikuti kegiatan di asrama. Pembinaan karakter relegius juga berjalan dengan baik, dengan indikator; ketaatan dalam beribadah kepada Allah swt, mandiri dan bertanggung jawab, jujur dan amanah, sopan santun, dermawan, suka bekerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras, rendah hati tidak sombong, serta toleransi dan persaudaraan.Faktor yang mendukung pembinaan karakter tersebut adalah; perencanaan, pendanaan, sumber daya guru dan staf, kerjasama orangtua, motivasi, serta sarana dan prasarana. Sedangkan yang menjadi faktor penghambatnya; padatnya kegiatan, cuaca, lemah motivasi dalam diri santri, kurangnya kerja sama antara sekolah dan orangtua, dan faktor keluarga.