Berinteraksi dengan Hadis Dha’if dalam Kehidupan Sehari-Hari

Abstract

Muslims need to implement procedures based on principles of the Qur'an and Hadith to do worship and mu’amalah everyday,. The Qur'an as the word of God generally tells an outline (‘ām) in guiding humans to do their daily activities ideally, then explained in more detail (khāsh) about the technicalities of the application of these practices in various noble hadiths. Hadith covers what the Prophet Muhammad SAW do, say, agree, and what has become of the nature of the Prophet. This indicates that the Hadith is a complete package of life guidelines that we can follow. The Hadith certainly has an important role in applying the commands mentioned in the Qur'an, but it should be noted that some of the Hadith are acceptable such as the authentic hadith and hasan, and some need further review of the condition of the hadith such as the dla'if , and there are also false traditions (maudlū ') which we clearly reject because they are fabricated cases. Dla'if different from maudlū ', both in the status of the hadith and in practice. In the discussion this time we will review more deeply about the dla'if hadith and the limits of its practice. This discussion uses the literature study method with a descriptive qualitative approach, so that various discussions relating to the theme are collected and processed more proportionally to produce conclusions that answer the existing problems. This paper will answer the question, what is the urgency of embedding 'dha'if' for a hadith?", and what are the limits that must be possessed to interact with the hadith that are judged dla'if". From these two questions, we can conclude that this discussion aims to explain in more detail about the purpose of embedding dla'if for a hadith, and expressing various conditions that make us careful in practicing dla'if hadith.   Dalam melaksanakan ibadah dan bermu’amalah sehari-harinya, tentunya umat Islam perlu menerapkan tata cara yang sesuai dengan prinsip Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an sebagai firman Allah umumnya menceritakan garis besar (‘ām) dalam membimbing manusia untuk dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara ideal, selanjutnya dijelaskan lebih mendetail (khāsh) mengenai tekhnis penerapan amalan tersebut dalam berbagai Hadis yang mulia. Hadis meliputi apa yang Nabi Muhammad Saw. kerjakan, katakan, setujui, dan apa yang sudah menjadi sifat nabi (Ath-Thahhan 2004), hal ini menandakan bahwa hadis merupakan sebuah paket lengkap dari panduan kehidupan yang bisa kita ikuti. Hadis tentunya memiliki peran penting dalam mengaplikasikan perintah yang disebutkan dalam Al-Qur’an, namun perlu diperhatikan bahwa sebagian Hadis ada yang dapat diterima seperti hadis shahih dan hasan, dan sebagian lagi perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut mengenai kondisi hadis tersebut seperti hadis dla’if, dan ada juga hadis palsu (maudlū’) yang sudah jelas kita tolak karena itu merupakan perkara yang dibuat-buat. Tentu saja dla’if berbeda dengan maudlū’, baik secara status hadis maupun secara pengamalannya. Dalam pembahasan kali ini kita akan meninjau lebih dalam mengenai hadis dla’if dan batasan-batasan pengamalannya. Pembahasan ini menggunakan metode studi literatur dengan pendekatan kualitatif deskriptif, sehingga berbagai pembahasan yang berkaitan dengan tema dikumpulkan dan diolah dengan lebih proporsional untuk menghasilkan kesimpulan yang menjawab permasalahan yang ada. Makalah ini akan menjawab pertanyaan, apa urgensitas penyematan ‘dha’if’ bagi suatu hadis, dan bagaimana batasan yang harus dimiliki untuk berinteraksi dengan hadis yang dinilai dla’if. Dari dua pertanyaan ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pembahasan ini bertujuan untuk menjelaskan lebih detail mengenai tujuan penyematan dla’if bagi suatu hadis, dan mengemukakan berbagai kondisi yang membuat kita berhati-hati dalam mengamalkan hadis dla’if.