Kesantunan Berbahasa Perspektif Islam: Tinjauan Teoritis

Abstract

Masih terdapat kritik atas ragam prinsip kesantunan berbahasa yang dikaji oleh ilmuwan Barat sehingga ilmuwan Islam mencoba menawarkan alternatif baru prinsip kesantunan berdasarkan Al-Qur'an. Namun ternyata kajian itu masih bersifat uraian saja, belum terdapat kejelasan hubungan-kedudukan antarprinsip kesantunan yang diproposisikan. Juga paradigma yang mendasari prinsip-prinsip itu masih belum terjelaskan. Sehingga standar santun/tidaknya suatu bahasa masih sulit didefinisikan dan diterapkan dalam dakwah atau komunikasi sehari-hari. Penelitian ini bertujuan menjelaskan paradigma yang mendasari teori kesantunan berbahasa perspektif Islam serta menjelaskan kedudukan dan hubungan antarprinsip kesantunan itu agar tidak tumpang tindih. Metode integrative literature review digunakan untuk mengkaji teori-teori kesantunan berbahasa yang telah terpublikasi dan diuji transferabilitas berdasarkan kasus berbeda. Kajian ini menyimpulkan qawlan sadīdā sebagai prinsip kesantunan utama yang berkedudukan sebagai “substansi” isi pesan. Hal ini menunjukkan bahwa teori kesantunan perspektif islam menggunakan paradigma theological, berbeda dengan perspektif Barat yang menekankan paradigma social/conversational. Sedangkan prinsip lain seperti qawlan ma’rūfā, layyinā, maysūrā, karīmā, dan balīghā; merupakan prinsip kesantunan penunjang yang bersifat opsional karena berkedudukan sebagai "kemasan" pesan. Derajat kesantunan dalam prinsip penunjang dapat disesuaikan dengan paradigma yang telah berkembang, sehingga kelebihan pada kesantunan perspektif Barat dapat digunakan pada prinsip yang bersifat kemasan sejauh disesuaikan dengan kondisi pragmatik/sosiolinguistik.   Abstract: There is still criticism of the various politeness principles studied by western scientists so that Islamic scientists try to offer new alternatives to politeness principles based on the Qur'an. However, it turns out that the study is still only descriptive in nature, there is no clarity about the relationship between the proposed politeness principles. Also the paradigm underlying the principles is still not explained. So that the standard of politeness or not in a language is still difficult to define and apply in da'wah or daily communication. This study aims to explain the paradigm that underlies the theory of politeness in an Islamic perspective and explain the position and relationship between the politeness principles so that they do not overlap. The integrative literature review method is used to examine theories of language politeness that have been published and tested for transferability based on different cases. This study concludes that qawlan sadīdā is the main principle of politeness which has a position as the "substance" of the message content. This shows that the Islamic perspective of politeness theory uses a theological paradigm, in contrast to the western perspective which emphasizes the social/conversational paradigm. While other principles such as qawlan ma'rufā, layyinā, maysūrā, karīmā, and balighā; is a supporting politeness principle that is optional because it is positioned as a "packaging" of messages. The degree of politeness in supporting principles can be adapted to the paradigm that has developed, so that the advantages of politeness from a western perspective can be used in packaging principles as long as they are adapted to pragmatic/sociolinguistic conditions. Keywords: Linguistics, Politeness, Language, Islam, Theoretical Review