DAMPAK KEPEMILIKAN HARTA BENDA SETELAH ADANYA HARTA BERSAMA YANG TIDAK DIBAGI (Studi Kajian Hukum Ekonomi Syariah dan Putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/MS-Bir)
Abstract
Marriage is the gathering of two people who were originally separate and independent, to become a unified whole. But it cannot be denied that in certain circumstances often problems and conflicts arise in the household,causing divorce between the two which triggers the divission of joint assets. The purpose of this study is to determine the considerations and basis law by the judge in passing the decision number 93 / Pdt.G /201 / Ms-Bir. This study uses a normative qualitative approach, ie this research is based on normative legal science (Syar'iyahBireuen Court's Decision). This research emphasizes the applicable legal regulations. The results of the analysis show that the judges of the Syar’iahBireuen Court regarding decision number 93 / Pdt.G / 2011 / Ms-Bir regarding the 1945 Constitution Chapter IX Article 24 and Article 25 as well as in Law Number 48 of 2009. Law The constitution guarantees a free judicial power. This is explicitly stated in Article 24, especially in the explanation of article 24 paragraph (1) and the explanation in Article 1 paragraph (1) of Law No. 48/2009, namely judicial power is the power of an independent State to administer justice to enforce law and justice based on Pancasila. In the decision No. 9 / Pdt.G / 2011 / MS-Bir, the judge continued to divide the shared assets after the khulu divorce occurred to the wife who was declared to have been deceived by the lhoeksemawe court, the judge considered then decided that by referring to the book Al-Bajuri vol. II p.135 states that the consequences of the nushuz only eliminate the right to turn, subsistence, and kiswah, but do not eliminate the right to obtain joint property, this is in line with the provisions of Article 80 paragraph (7) Compilation of Islamic Law. Perkawinan merupakan berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi satu kesatuan yang utuh. Tidak dapat dipungkiri dalam keadaan tertentu kerap kali timbul permasalahan dan konflik dalam rumah tangga, sehingga menimbulkan perceraian antara keduanyayang memicu pembagian harta bersama.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan serta dasar hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/Ms-Bir. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif normatif, yakni penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif (Putusan Mahkamah Syar’iah Bireuen) dan menekankan pada peraturan hukum yang berlaku.Hasil analisis menunjukan pertimbangan hakim Mahkamah Syar’iah Bireuen terhadap putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/Ms-Bir tentang Undang-undang Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang Dasar menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas. Hal ini tegas dicantumkan dalam Pasal 24 terutama dalam penjelasan pasal 24 ayat (1) dan penjelasan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila. Di dalam putusan Nomor 9/Pdt.G/2011/MS-Bir, hakim tetap membagi harta bersama setelah terjadinya cerai khulu’ kepada isteri yang dinyatakan telah nusyuz oleh pengadilan lhokseumawe, hakim dengan pertimbangan lalu memutuskan bahwa dengan merujuk kepada kitab Al-Bajuri jilid II menyatakan bahwa akibat nusyuz hanya menghilangkan hak giliran, nafkah, dan kiswah, akan tetapi tidak menghilangkan hak untuk mendapat harta bersama, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 80 ayat (7) Kompilasi Hukum Islam.