Pelibatan Tuhan dalam Wacana Larangan Membuang Sampah: Antara Doa dan Sumpah Serapah

Abstract

One of the main community problems related to rubbish is disposing of it carelessly. This fact then gave rise to various responses such as placing the no-littering signs conveyed through prayer and swearing. This paper aims to examine the discourse elements, the functions and strategies of speech acts, and the use of discourse context.  By qualitatively classifying data obtained from several articles and pictures related to the issue, this paper found that in various no-littering-sign through prayers and/or swearing, the discourse was formed from the core elements of the prohibition and various supporting elements, namely more alert preparation, gounder, imposition, and identity. The speech act is in the form of a forbidden-directive speech act to others, but is conveyed through a request-directive speech act to God in order to get a more substantial perlocutionary effect. This is conveyed by explicit and implicit, direct and indirect strategies, literal and non-literal, and express and implied speech acts. The context used relates to life quality and condition. Thus, the emotive function of language is more dominantly used in this type of no-littering sign than the conative function which is generally found in directive speech acts. Salah satu masalah utama masyarakat terkait sampah adalah membuangnya secara sembarangan. Sebagai respons, kemudian muncullah berbagai reaksi seperti rambu larangan membuang sampah sembarangan yang disampaikan melalui doa dan sumpah serapah. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji unsur-unsur wacana, fungsi dan strategi tindak tutur, serta pemanfaatan konteks wacana tersebut. Dengan mengklasifikasikan data secara kualitatif melalui beberapa artikel dan gambar yang terkait dengan masalah tersebut, tulisan ini menemukan bahwa dalam berbagai tanda larangan membuang sampah sembarangan melalui doa dan/atau umpatan, wacana terbentuk dari unsur inti larangan dan berbagai unsur pendukung. Tindak tutur tersebut berupa tindak tutur direktif terlarang kepada orang lain, tetapi disampaikan melalui tindak tutur direktif permintaan kepada Tuhan agar memperoleh efek perlokusi yang lebih substansial. Hal ini disampaikan melalui strategi eksplisit dan implisit, strategi langsung dan tidak langsung, literal dan non literal, serta tindak tutur tersurat dan tersirat. Konteks yang digunakan berkaitan dengan kualitas dan kondisi hidup, khususnya yang bersifat celaka dan penderitaan. Dengan demikian, fungsi emotif bahasa lebih dominan digunakan pada jenis tanda larangan membuang sampah sembarangan daripada fungsi konatif yang umumnya terdapat pada tindak tutur direktif.