KONSEP KAFA’AH DALAM HADIS-HADIS HUKUM

Abstract

<p>Tulisan ini mengkaji tentang kafaah yang terdapat dalam   hadis-hadis   hukum keluarga.  Ada banyak hadis Nabi yang berbicara tentang <em>Kafa’ah</em>, Namun di sini penulis hanya mefokuskan dua hadis saja dengan alasan salah satu hadis  yang penulis kemukakan sedikit banyak mungkin sudah mewakili hadis-hadis yang lain.  Di antara hadis yang banyak itu seperti hadis riwayat Al -Baihaqi yang menjelaskan bahwa orang Arab sepadan dengan orang Arab, hadis riwayat Ahmad yang menjelaskan tentang sekufu dalam masalah harta, hadis riwayat Tirmizi yang berisi anjuran Nabi untuk menikahkan wanita dengan laki-laki yang baik agamanya dan lain-lain. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang pengertian dari kafaah, hal-hal apa saja yang menjadi ruang lingkup <em>kafa’ah</em>  juga mereka tidak sama   pendapatnya tentang apakah <em>kafa’ah  </em>merupakan salah satu syarat dalam suatu perkawinan. Alasan yang dikemukakannya adalah  sabda Rasulullah SAW: <em>“Janganlah kamu nikahkan seorang wanita kecuali dengan yang sekufu (sebanding)…..”</em>  . Dua hadis yang dikemukakan disebutkan asbab alwurudnya, yang intinya ketika mencari wanita sebagai isteri pilihlah wanita yang baik agamanya agar beruntung. Hadis  tersebut lafaz Ahmad 3/32 diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab <em>Ar-Radha’n, Al-</em>Bukhar, i, At-Tirmizi, Abu Dawud, Ad-Darimi yang kesemuanya dibahas dalam kitab nikah. Dari hadis-hadis yang dikemukakan bahwa<em> kafa’ah</em> pada masa Rasul SAW lebih menitik beratkan pada sisi agama. Islam tidak mengenal perbedaan antara manusia dengan manusia yang lainnya, asalkan mereka Islam dan bertaqwa. Ketentuan itu  sudah menjadi tolok ukur <em>kafa’ah</em> dalam perkawinan dengan alasan bahwa setiap muslim itu bersaudara. Untuk terbina dan terciptanya  suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah, Islam menganjurkan adanya <em>kafa’ah </em>atau keseimbangan antara calon suami dan istri. Tapi hal ini tidak menjadi suatu yang mutlaq, melainkan suatu yang perlu diperhatikan untuk terciptanya tujuan pernikahan yang bahagia dan abadi, karena pada prinsipnya Islam memandang sama kedudukan manusia dengan manusia lainnya.</p>