Moderation of Islamic Propagation by Islamic Organizations in the Social Construction of Rural Communities (A Study on Islamic Organizations in Maos Lor Village, Cilacap, Central Java)
Abstract
The role of Islamic community organizations as preaching institutions in efforts to build society towards a civilizational order has a significant contribution to reality. As seen in Maos Lor Village, there are five types of Islamic mass organizations conducting preaching activities side by side, namely: Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Indonesian Islamic Propagation Institute (LDII), Jamaah Muslimin (Hizbullah), and Salafi. The purpose of this research is to understand and analyze the socio-historical dialectics institutionally within these Islamic organizations, the types of preaching activities they engage in, and the impact of their existence on the social construction of society in creating religious moderation. This paper is a qualitative study of field research using social construction theory as an analytical tool, focusing on three stages of social construction dialectics: externalization, objectification, and internalization. The results show that in the externalization and objectification stages, each organization has periodic dynamics in its history involving ideological and attitudinal conflicts. This is marked by the dynamics in the initial construction, where only two Islamic organizations, NU and Muhammadiyah, with different ideologies, traditionalist and modernist, were present. Further upheavals occurred with the emergence of other Islamic organizations from the 1970s to the 1990s, namely Jamaah Muslimin (Hizbullah), LDII, and Salafi. Until the 2000s, there were conflicts in religious attitudes, such as the competition for mosques as preaching bases and the migration of congregation members from one organization to another. However, the development led to a moderate attitude, marked by the internalization stage, involving preaching activities of each organization and openness and tolerance. This proves that even in small rural communities, religious moderation can be experienced and serve as an example of nation-building. Abstrak: Peran organisasi masyarakat Islam sebagai lembaga dakwah dalam upaya membangun masyarakat menuju tatanan madani dalam realitanya memiliki sumbangsih yang penting. Sebagaimana yang terdapat di Desa Maos Lor, terdapat lima macam organisasi massa (ormas) Islam yang melakukan aktivitas dakwah secara berdampingan, diantaranya yaitu: Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Jamaah Muslimin (Hizbullah), dan Salafi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis dialektika sosio-historis secara institusional ormas Islam tersebut, jenis kegiatan dakwahnya, serta dampak keberadaannya terhadap konstruksi sosial masyarakat dalam menciptakan moderasi keberagamaan. Tulisan ini merupakan penelitian kualitatif berjenis studi lapangan dengan teori konstruksi sosial sebagai alat analisis, khususnya tiga tahapan dialektika konstruksi sosial yaitu eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Hasilnya, dalam tahap eksternalisasi dan objektivikasi, masing-masing ormas memiliki dinamika secara periodik dalam sejarahnya berupa gesekan ideologi dan sikap. Hal ini ditandai dengan dinamika yang terjadi pada konstruksi awal yang hanya terdapat dua ormas Islam NU dan Muhammadiyah dengan ideologi yang berbeda, yaitu tradisionalis dan modernis. Gejolak selanjutnya terjadi seiring munculnya ormas Islam lain mulai tahun 1970-an sampai tahun 1990-an, yaitu kelompok Jamaah Muslimin (Hizbulah), LDII, dan Salafi. Hingga tahun 2000-an, terjadi gesekan sikap dalam beragama seperti perebutan masjid sebagai basis dakwah sampai dengan perpindahan jemaah dari satu ormas ke ormas lainnya. Namun, seiring perkembangannya mengarah pada sikap moderat ditandai dengan tahap internalisasi berupa aktivitas dakwah masing-masing ormas serta keterbukaan dan toleransi. Hal ini membuktikan bahwa dalam ranah masyarakat kecil di pedesaan sekalipun, moderasi keberagamaan dapat dirasakan sekaligus dijadikan percontohan dalam berbangsa dan bernegara.