Hak Ijbâr Wali Nikah dalam Perspektif Hukum Perkawinan Indonesia dan Kesetaraan Gender
Abstract
Memilih calon dalam perkawinan termasuk hal yang sangat prinsipil, baik calon itu pilihannya sendiri maupun pilihan orang lain (dalam hal ini wali/orang tua dengan hak ijbâr -nya). Sedangkan belakangan ini wacana keadilan gender menjadi topik yang diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat. Dengan adanya wacana gender hak ijbâr wali juga termasuk topik yang diperdebatkan. Oleh sebab itu untuk merespon hal tersebut dalam penelitian ini setidaknya memunculkan dua pertanyaan mendasar yaitu apakah hak ijbâr dalam fikih islam masih relevan dengan kondisi sekarang dan bagaimana hak ijbâr menurut hukum perkawinan (UUP dan KHI). Dari hasil penelitian ini bahwa dalam fikih islam hak ijbâr merupakan bentuk perlindungan orang tua (wali) untuk menikahkan anaknya sebagai bentuk tanggung jawab. Sedangkan perbedaan pendapat dari masingmasing golongan fikih islam kecuali Hanafiyah, membolehkan wali untuk mengawinkan tanpa persetujuan anaknya sebagai tanggung jawab dengan beberapa ketentuan dan syarat. Sedangkan dalam UUP pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa perkawinan harus berdasarkan atas persetujuan kedua mempelai. Hal itu sejalan dengan KHI pasal 16 ayat 1 dan 2 secara tegas mengatakan keharusannya untuk memperoleh persetujuan baik lisan, tertulis maupun pernyataan yang menunjukkan bahwa diamnya adalah persetujuaannya. Akan tetapi jika sebaliknya maka perkawinan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Dapat dikatakan bahwa hak ijbar wali nikah tidaklah mutlak sebab wali harus mendapat persetujuan terhadap anaknya.