Epistimologi Kekerasan Seksual Dalam Hak Ijbâr Wali Menurut Analisis Gender
Abstract
Munculnya perencanaan undang-undang penghapusan kekerasan terhadap perempuan atau RUU-PKS menuai banyak kritik baik yang pro maupun yang kontra. Didalam RUU PKS tersebut apa yang terdapat pada pasal 11 ayat 2 huruf f menyatakan bahwa pemaksaan perkawinan merupakan tindak pidana kekerasan seksual. Padahal juga tidak sedikit perkara perceriaan yang disebabkan adanya perngaruh terhadap hak ijbar yang dimiliki oleh wali. Merespon hal tersebut dalam penelitian ini setidaknya memunculkan dua pertanyaan mendasar yaitu bagaimana epistimologi kekerasan seksual menurut analisis gender dan bagaimana hak ijbâr dapat memicu akar kekerasan seksual. Dari hasil penelitian ini bahwa hak ijbar tidak menunjukan sebagai akar dari kekerasan seksual kecuali adanya unsur paksaan (ikrah). Meskipun dalam pandangan fikih madzhab juga terjadi pro dan kontra tentang adanya ijbar. Hal ini berlangsung dikarenakan kedewasaannya seorang anak dalam memilih jodoh sehingga wali hanya sebagai pengesah dari perkawinan tersebut. Pendekatan dengan tema gender supaya dapat menjelaskan akar kekerasan seksual yang terjadi dalam hak ijbar yang dimaknai sebagai ikrah (paksaan) dan diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan dari topik yang terkait.