SHALAT SEBAGAI PENCEGAH PERBUATAN FAHSYA’ DAN MUNKAR (ANALISIS MUQARAN TAFSIR AL-QURTUBI DAN TAFSIR AL-AZHAR TERHADAP Q.S. AL ‘ANKABUT/29:45)

Abstract

Penelitian ini berangkat dari permasalahan yang terdapat pada Q.S. Al-‘Ankabu>t/29:45 dalam memahami maksud shalat yang dapat mencegah perbuatan fah{sya>’ dan munkar. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara penafsiran Al-Qurt}ubi> dalam Tafsi>r al-Jami’ Li Ah}kam al-Qur’an dan penafsiran Hamka dalam Tafsir al-Azhar yang merupakan dua ulama dari bidang keilmuan tafsir yang berbeda. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui riset kepustakaan (library research). Dan menggunakan metode muqa>ran untuk membandingkan kedua kitab tafsir tersebut. Hasil yang ditemukan mengungkapkan bahwa Al-Qurt}ubi> memahami shalat yang dapat mencegah perbuatan fah}sya> dan munkar adalah yang di dalam setiap gerakan pergerakan atau setiap amalan yang dikerjakan baik dari niat untuk wudhu, niat melaksanakan shalat, masuk ke mihrab, takbiratul ihram, sampai salam, masing-masing terdapat zikir di dalamnya. Sehingga zikir yang diulang-ulangi tersebut menjadi kekuatan yang memberikan efek hingga di luar shalat dan menjadikan pelaku yang mengerjakan shalat tersebut terhindar dari perbuatan fah}sya> dan munkar. Sedangkan Hamka tidak memahami ayat ini dari hal tersebut, beliau memaknai shalat yang mencegah perbuatan fah}sya> dan munkar yang dimaksud adalah shalat secara keseluruhan, yakni gerakan dan zikir mencakup suatu kesatuan yang utuh. Kemudian hal itulah yang memberikan dampak pada aktifitas diluar shalat dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan pelaku shalat tersebut terhindar dari perbuatan-perbuatan fah}sya> dan munkar. Perbedaan penafsiran keduanya dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan bidang keilmuan kedua mufassir. Sehingga mempengaruhi cara penafsiran mereka dalam memaknai Q.S. al-‘Ankabu>t/29:45, yang mana Al-Qurt}ubi> merupakan ulama pada Era klasik yang terkenal dengan keilmuan fiqihnya dan kitabnya yang bercorak Fiqih, sedangkan Hamka merupakan ulama pada Era kontemporer yang terkenal dengan tasawuf modernnya dan kitabnya yang bercorak al-Adab al-Ijtima’i.