Moderasi Beragama Di Ruang Publik Dalam Bayang-Bayang Radikalisme

Abstract

Moderasi beragama dan saling mencintai menjadi cita-cita manusia di dunia ini, karena itu jejak yang paling dasar dalam diri manusia. Maka dari itu, kita harus membenci kekerasan atas nama apapun, baik itu agama, dan kemanusiaan. Manusia harus saling menghargai, menerima, menghormati, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Kekerasan atas nama agama sering dijadikan alat legitimasi aksi dan reaksi kekerasan, baik radikalisme maupun terorisme oleh para pengusungnya. Kemunculan gerakan radikalisme dan terorisme yang didorong oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Hal ini dapat ditelusuri dari gejala radikalisme di masyarakat, yang ditandai dengan adanya kecenderungan individu maupun kelompok untuk menafsirkan teks secara leterlek serta mengabaikan konteks, ingin penegakan syari’ah, dan cenderung intoleransi terhadap sesama manusia. Dalam artikel ini, penulis menawarkan bahwa moderasi beragama harus hidup di ruang publik, meski dibayang-bayangi oleh radikalisme. Meskipun dalam bayang radikalisme, moderasi beragama harus menjadi jalan keluar di tengah masyarakat yang pluralis dan harus diangkat pada ruang publik sebagai ruang demokratis, yang mana warga negara dapat menyatakan opini, kepentingan, dan kebutuhan mereka secara diskursif. Berkomunikasi mengenai kegelisahan-kegelisahan politisnya, bebas menyatakan sikap, dan argumen, terlibat dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama, bukan ditentukan oleh satu individu; Presiden, Tuan guru, Pejabat, Pendeta, Dan Kepala Suku. Ia bersifat bebas dari pengaruh siapapun termasuk pemerintah dan harus mudah diakses oleh semua anggota masyarakat.