PROBLEMATIKA PEMBAYARAN UANG PANJAR DALAM SISTEM JUAL BELI KUNYIT PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM
Abstract
Jual beli panjar (‘urbun) adalah jual beli dengan memberikan sebagian uang kepada penjual sebagai bentuk keseriusan dan tanda jadi pembeli dalam suatu transaksi. Jual beli dengan sistem panjar telah menjadi kebiasaan masyarakat desa Bandilan Prajekan, khususnya dalam jual beli Kunyit. Berdasarkan kenyataan yang ada, transaksi tersebut mengandung unsur kebathilan karena petani melakukan cidera janji dan dari pihak pembeli tidak jelas kapan akan melunasi sisa pembayaran. Topik bahasan dalam ppenelitian ini adalah praktik jual beli kunyit dengan sistem panjar serta dampak positif dan negatif sebagai akibat dari praktik jual beli kunyit dengan sistem panjar. Penelitian yang dilakukan penulis tergolong dalam jenis penelitian empiris, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengobservasi, wawancara, dan dokumentasi. Langkah yang dilakukan untuk menganalisis data dalam penelitian ini yaitu redaksi data, paparan atau sajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Proses transaksi jual beli panjar dilakukan secara langsung antara petani dan pembeli setelah mendekati masa panen. Dalam transaksi ini, tidak ada patokan harga untuk besaran uang panjar yang harus diberikan, bahkan dalam perjanjian tersebut hanya berupa perjanjian lisan tanpa bukti otentik seperti kwitansi. Salah satu dampak positif jual beli kunyit dengan system panjar adalah mempermudah Pembeli dalam membeli hasil panen Kunyit (tanpa butuh uang banyak) dan mempermudah petani dalam mendapatkan pembeli kunyit tanpa mencari, karena pembeli kunyit yang datang atas inisiatifnya sendiri. Di sisi lain, hal ini dapat menimbulkan perselisihan dan kerugian materi apabila jual beli tidak terselesaikan atau gagal karena beberapa faktor seperti, pembeli tidak mempunyai cukup uang untuk melunasi sisa pembayaran, petani mengalihkan hasil panen kunyit untuk dibeli orang lain, dan lain sebagainya.