Reposisi Hukuman Mati Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam Dan Hukum Pidana Positif

Abstract

Diskursus yang belum selesai dan belum ada titik temu mengenai penerapan dan penetapan hukuman mati. Hukuman mati merupakan pidana yang paling keras dalam sistem pemidanaan. Sungguhpun demikian, hukuman mati paling banyak dimuat dalam hukum pidana di banyak negara dengan cara eksekusi dengan berbagai bentuk mulai dari di pancung, digantung, disetrum listrik, disuntik hingga di tembak mati. Di Indonesia pada masa lalu pernah dipraktikkan hukuman mati dengan cara digantung dan dipancung. Namun berdasarkan Undang-undang No. 2 Pnps Tahun 1964 diatur tatacara pelaksanaan hukuman mati, sejak ada penetapan dari kejaksaan tinggi sampai pelaksanaan di tempat yang tersembunyi dari kalangan masyarakat luas. Pro dan kontra atas hukuman mati bukan hanya sekarang terjadi. Namun telah ada sejak pertama kali ketentuan tentang pidana dimasukkan dalam KUHP Hindia Belanda, bahkan tetap dipertahankan sampai hari ini. Beberapa alasan dipertahankannya bahwa ada keadaan-keadaan khusus yang terjadi sehingga diperlukan hukuman yang dapat memberikan sifat jera yang luar biasa bagi pelaku kejahatan. Hal tersebut sejalan dengan tugas sistem peradilan pidana yang diantaranya adalah: (i) untuk mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, (ii) menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, dan (iii) mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi. Oleh karena itu, hukuman mati masih diperlukan untuk menakut-nakuti para penjahat. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan sifat penelitiannya adalah deskriptf dan bentuk penelitian adalah preskriptif, dengan sumber datanya adalah bahan hukum sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebutuhan akan adanya hukuman mati secara normatif, terasa lebih diperlukan lagi dalam situasi ketika dewasa ini pelaksanaan pidana penjara tidak dapat secara efektif mampu menekan angka kejahatan. Penjara kadangkala tak lebih dianggap sebagai "sekolah tinggi kejahatan". Tidak sepenuhnya dapat dijadikan alasan perspektif HAM untuk dijadikan sebagai alasan mengeliminir pidana mati. Betul jika menghilangkan nyawa orang lain adalah pelanggaran atas prinsip dasar HAM yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun. Tetapi sekedar mengingatkan prinsip dasar HAM juga mengatur bahwa tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibatasai kebebasannya, dan tidak seorangpun dapat dihukum dengan suatu peraturan yang berlaku surut serta masih banyak hak-hak dasar lain yang harus dijamin, dilindungi dan ditegakkan oleh Negara