Proses Pembelajaran Kritis di Pesantren

Abstract

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam asli Indonesia. Dalam perkembangannya sampai saat ini telah muncul beberapa tipe pesantren, di antaranya adalah pesantren salafiyah, khalafiyah dan kombinasi. Dari tipe-tipe pesantren tersebut, muncul pembahasan seputar proses pembelajaran yang lebih dominan pada pesantren salafiyah. Misalnya terkait dengan metode dan strategi pembelajaran serta hubungan pendidik-peserta didik yang cenderung monoton. Padahal pada pesantren modern telah berkembang sistem dan proses pembelajaran yang lebih baik. Penelitian ini akan membahas tentang proses pembelajaran kritis yang berkembang di pesantren dengan orentasi dan sistem modern yang berlokasi di Ponorogo. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang proses pembelajaran kritis di pesantren. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Untuk mendapatkan data dan menjelaskan hasil penelitian yang mendalam, maka data diperoleh dari sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer meliputi kyai, pengasuh, asatidz (5 ustadz pada masing-masing pesantren), wali santri, tokoh dan masyarakat sekitar dan santri (20 santri pa/pi untuk Ponpes Al-Islam dan Darul Huda dan 10 santri khusus putra untuk PM Gontor pusat). Dari data primer ini peneliti akan menggali informasi yang mendalam dan akurat tentang persoalan-persoalan yang peneliti ajukan. Adapun sumber data sekunder diperoreh dari literatur-literatur yang meliputi buku-buku, kitab-kitab, jurnal ilmiah, dokumen-dokumen dan majalah-majalah atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat. Dari sumber data sekunder ini diharapkan peneliti dapat menggali informasi tentang masalah penelitian dan dapat membandingkanya dengan data primer, sehingga dapat ditemukan informasi yang valid. Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pembelajaran didesain sebagai suatu kegiatan peserta didik agar mereka memiliki keinginan belajar. Pada saat proses pembelajaran, pendidik tidak memposisikan diri sebagai orang yang berusaha mendominasi dan merasa paling hebat di dalam kelas atau di luar kelas. Bahwa pendidik di kelas pada dasarnya adalah belajar. Dalam konteks ini, pendidik bukanlah satu-satunya sumber belajar. Semua yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan merupakan sumber belajar. Dalam menyampaikan materi pelajaran, pendidik selalu merujuk kepada tujuan khusus dan umum pendidikan dan pengajaran di pesantren dan selalu bersentuhan dengan nilai-nilai kebebasan yang dapat menumbuhkan jiwa peserta didik berpikir kritis, terbuka dan dialogis.