Itsbat Nikah Poligami Perspektif Undang-Undang Perkawinan Dan Sema No. 3 Tahun 2018

Abstract

Sirri marriage or marriage under the hand is something that has become very common in society. One of the factors influencing it is the principle that if the conditions and pillars of marriage have been fulfilled, then it is sufficient to carry out a marriage, including in polygamous marriages. This kind of marriage violates Article 2 paragraph (2) of the 1974 Marriage Law which requires the registration of every marriage. The necessity of marriage registration is not only for administrative order, but also to ensure legal certainty and protection for wives and children. Thus, the wife and children of a sirri marriage will lose legal certainty and protection because sirri marriages are not recognized by law. As a solution to the rise of sirri marriages, itsbat nikah is held so that the sirri marriages that have occurred are recorded and recognized by the state as regulated in article 7 of the Compilation of Islamic Law. Regarding the itsbat nikah of irri polygamy, it is still possible to be accepted and granted by the Religious Court based on the Decree of the Chairman of MARI Number KMA/032/SK/IV/200611 dated April 6, 2006 concerning the Application of Book II Guidelines for the Implementation of Court Duties and Administration. The rules contained in Book II contradict SEMA No. 3/2018 which states that the application for itsbat nikah polygamy on the basis of irri marriage cannot be accepted.   Perkawinan sirri atau perkawinan di bawah tangan merupakan hal  yang sudah sangat menjamur di masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu prinsip apabila syarat dan rukun nikah telah terpenuhi, maka hal itu cukup untuk melangsungkan perkawinan, termasuk dalam perkawinan poligami. Perkawinan semacam ini melanggar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Perkawinan tahun 1974 yang mengharuskan adanya pencatatan di setiap perkawinan. Keharusan pencatatan perkawinan selain untuk tertib administrasi, juga untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi istri dan anak. Dengan begitu istri dan anak hasil perkawinan sirri akan kehilangan kepastian dan perlindungan hukum sebab perkawinan sirri tidak diakui oleh undang-undang. Sebagai solusi atas maraknya perkawinan sirri, maka diadakanlah itsbat nikah agar perkawinan sirri yang telah terjadi menjadi tercatat dan diakui negara sebagaimana diatur dalam pasal 7 Kompilasi Hukum Islam. Terkait itsbat nikah poligami sirri masih dapat dimungkinkan diterima dan dikabulkan oleh Pengadilan Agama berdasarkan Keputusan Ketua MARI Nomor KMA/032/SK/IV/200611 tanggal 6 April 2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. Aturan yang tercantum dalam Buku II bertolakbelakang dengan SEMA No. 3 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa pengajuan itsbat nikah poligami atas dasar perkawinan sirri tidak dapat diterima.