MAZHAB SINONIMITAS (AL-TARÂDUF) DALAM ‘ULUMUL QUR’AN

Abstract

Tulisan ini mengupas polemik tentang mazhab sinonimitas bahasa (al-tarâduf fî al-lughah) di kalangan sarjana Muslim dalam berbagai bidang keilmuan, khususnya bidang ‘Ulumul Qur'an. Sinonimitas sendiri merupakan fenomena kebahasaan penting, sebab variasi kesamaan dan perbedaan “kata” berdampak besar pada perubahan dan kesamaan “makna”. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Sumber data didapat dari penelusuran literatur kepustakaan, yang kemudian dideskripsikan dan dianalisis sedemikian rupa sehingga menghasilkan pembahasan yang sistematis. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa para sarjana muslim terbagi menjadi dua mazhab utama, yaitu mereka yang menerima sinonimitas (mutsabbitu al-tarâduf) termasuk termasuk al-Farahidhi (w. 173H), Sibawaih (w. 180H), al-Ashmu‘i (w. 216H), alRummani (w. 384H), Hamzah al-Ashfihani (w. 360H), Ibnu Khalawaih (w. 370H), dan lainnya. Barisan sarjana yang menolak sinonimitas (munkiru al-tarâduf) misalnya Abu al-‘Abbas Tsa‘lab (w. 291 H), Abu ‘Ali al-Farisi (w. 377 H), Ibnu Faris (w. 395 H), Abu al-Hilal al-‘Askari (w. 395 H), dan lainya. Artikel ini menemukan bahwa mayoritas ulama dan sarjana ‘Ulumul Qur’an yang berposisi mendukung mazhab sinonimitas (mutsabbitu al-tarâduf) mengajukan (4) empat basis argument; 1) Sinonimitas (al-tarâduf) kata adalah sebuah keniscayaan sebab alQur’an diturunkan dalam format al-ahruf al-sab‘ah; 2) Sinonimitas (al-tarâduf) kata memiliki justifikasi fungsional penting sebagai “penguat” makna (li tawkîd al-ma‘nâ); 3) Sinonimitas (al-tarâduf) kata juga berfungsi sebagai penciri ayatayat mutasyâbihât; 4) Mayoritas ulama tafsir dalam berbagai karyanya menggunakan sinonimitas (al-tarâduf) kata untuk memudahkan penafsiran dan mendekatkan makna al-Qur’an kepada para pembacanya.