MULTIAKAD MURABAHAH DAN RAHN PADA PRODUK LOGAM MULIA PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIAH

Abstract

Operasional setiap lembaga keuangan yang berbasis syariah secara yuridis harus merujuk kepada fatwa DSN-MUI, tidak terkecuali masalah multiakad atau lebih dikenal dengan hybrid contract. Dimana hal ini telah diamanatkan oleh UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 26 ayat (2). Di dalam fatwanya, terdapat dua multiakad yang diperbolehkan oleh DSN-MUI, yaitu Fatwa No. 71 Tahun 2008 tentang Sale and Lease Back dan Fatwa No. 72 Tahun. 2008 tentang Ijarah Sale and Back. Namun PT. Pegadaian (Persero) Unit Pelayanan Syariah Alianyang Singkawang telah melaksanakan multiakad (murabahah dan rahn) sejak 6 (enam) tahun terakhir pada produk Murabahah Logam Mulia Investasi Abadi (MULIA) pembiayaan emas secara tidak tunai, dimana hal ini belum ada fatwanya dari DSN-MUI, sehingga memunculkan keraguan akan jaminan kesyariahan dari produk tersebut. Maka menjadi penting dikaji tentang bagaimana sistem akad produk MULIA yang menggunakan akad murabahah dan rahn dari perspektif hukum ekonomi syariah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bercorak deskriptif yang diperdalam dengan cara melakukan wawancara secara langsung kepada pihak yang terlibat dalam penerapan multiakad murabahah dan rahn ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan multiakad murabahah dan rahn pada produk logam mulia di PT. Pegadaian (Persero) Unit Pelayanan Syariah Alianyang Singkawang sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah sudah dijalankan pada produk tersebut, serta dalam pandangan hukum ekonomi syariah adalah boleh dan dibenarkan, karena sistemnya merujuk kepada fatwa DSN-MUI No. 92 tahun 2014 tentang pembiayaan yang disertai rahn dan menjadi dasar dalam penggunaan multiakad.