Praktik Perceraian Masyarakat Mandailing Natal: Analisis Keberanjakan Dari Fiqh Kepada Hukum Perkawinan Di Indonesia

Abstract

Akad perkawinan dalam hukum Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci (mitsaqan ghalidzan). Namun jika antara suami isteri selalu terjadi perselisihan yang tak terhindarkan dan sudah berusaha berdamai tetapi tidak berhasil, jalan keluarnya adalah dengan perceraian. Perceraian merupakan jalan akhir yang harus ditempuh dalam penyelesaian perselisihan dan kemelut rumah tangga Jika diamati, aturan-aturan fiqh berkenaan dengan talak, terkesan seolah-olah memberikan kekuasaan yang terlalu besar pada laki-laki. Walaupun perceraian merupakan urusan pibadi, baik atas kehendak bersama ataupun kehendak salah satu pihak yang seharusnya tidak perlu adanya campur tangan dari pemerintah, namun untuk menghindari tindakan sewenang-wenang terutama dari pihak suami dan juga demi kepastian hukum, maka perceraian harus melalui lembaga Pengadilan, seperti yang dikehendaki Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), hal tersebut merupakan keberanjakan fiqh dari fiqh klasik ke fiqh modern (hukum perkawinan). Dengan perspektif seperti inilah, hukum Islam sejatinya merupakan salah satu ruang ekspresi pengalaman agama dalam kehidupan orang Muslim.