PENERAPAN QAWAIDH FIQHIYYAH DALAM BIDANG KEPEMILIKAN

Abstract

Fiqih sebagai bingkai kehidupan umat Islam untuk selalu berjalan di atas rel kebenaran atas nama agama merupakan produk ijtihad. Sebagai sebuah produk, harus ada manhaj atau metodologi dan seperangkat aturan yang digunakan untuk membangunnya. Bagi sebagian sarjana hukum Islam, aturan yang mengatur proses penalaran dan perumusan fiqh (istinbath al-ahkam) seringkali dipenuhi dalam aturan baku ushul fiqh dan qawaid fiqh. Jarang ada penelitian yang lebih mendalam dari mana aturan-aturan yang terkandung dalam ushul dan fiqh qawaid diturunkan. Namun sebagai aturan, tentu ada dasar-dasar yang menjadi pedoman persiapan. Ushul fiqih dan qawaid fiqih dibangun atas dasar yang dinamakan kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyyah. Melalui kajian pustaka, tulisan ini mengkaji asal-usul penyusunan kaidah yang dewasa ini telah diakui sebagai metodologi istimbath al-ahkam. Sehingga umat Islam memahami bagaimana suatu produk hukum fiqih diproses dari pangkal sampai ujung. Selain itu, pemahaman yang mumpuni tentang konstruksi lahirnya sebuah metodologi akan membawa lahirnya fiqh sebagai produk yang lebih diakui secara akademis yang diberkahi oleh para akademisi idealis. Berbagai macam interpretasi tentang kepemilikan dan riba kaitannya dengan transaksi yang lain seperti gharar karena tidak adanya kejelasan akad atas transaksi banyak dilakukan masyarakat modern saat ini, baik itu dari fukaha maupun ekonom Muslim, nampaknya terjadi karena ‘illat riba yang dikemukakan para fukaha dipandang tidak akurat dalam perkembangan pemikiran hukum Islam. Bila dilihat dari sisi etika transaksi Islam, baik riba maupun pelanggaran lain menyalahi keetisan dalam transaksi. Pertimbangan etik larangan riba, bunga dan gharar, dikarenakan adanya ketidakwajaran, eksploitasi dan tidak produktif. Sementara sistem etik ekonomi menekankan produk, kewajaran dan kejujuran di dalam perdagangan, serta kompetisi yang adil