SINERGISITAS SAINS DAN AGAMA DALAM MENGHADAPI ERA DISRUPSI

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui tentang apa pengertian Sinergisitas, agama, sains dan disrupsi, bagaimana pengaruh Era Disrupsi bagi Kehidupan dan bagaimana bentuk sinergisitas agama dan sains dalam menghadapi era disrupsi. Maka objek kajiannya berkenaan dengan pengertian sinergisitas, agama, sains dan disrupsi, pengaruh Era Disrupsi bagi Kehidupan dan sinergisitas agama dan sains dalam menghadapi era disrupsi. Metodologi penulisan mempergunakan kajian referensi yang terkait dengan objek penulisan. Dari hasil kajian terungkap bahwa sinergisitas itu merupakan kegiatan bersama. Agama adalah seperangkat sistem aturan yang mengatur keadaan manusia, sehingga tidak kacau dalam proses kehidupannya. Sains merupakan pemahaman ilmu tentang fenomena fisik yang digunakan didalam teknologi dan proses penciptaan teknologi dengan menggunakan kaidah yang paling efesien, sedangkan disrupsi adalah sebagai kelanjutan dari tradisi berpikir “harus berkompetisi, untuk bisa menang (for you to win, you’ve got to make somebody lose). Era disrupsi merupakan sebuah zaman yang didalamnya terdapat inovasi perubahan, karena sains dan teknologi dianggap matang. Dia memberikan manusia memiliki banyak alternative kemudahan. Dibalik itu era disrupsi ini juga banyak menggulingkan tatanan hidup. Etika, moral dan sisi kemanusiaan lainnya termasuk kajian – kajian yang berbau spiritual, mulai tergerus dan semakin ditinggalkan. Maka semakin terbuka pula sains memiliki nalar dengan basis yang bebas nilai. Kondisi ini sangat menggelisahkan banyak para saintis dan agamawan. Maka ditawarkan sejumlah model untuk melihat ruang gerak ranah sains dan agama. Model pertama, yaitu model konflik dengan fokus pemisahan murni sains dan agama, dan keharus memilih salah satunya serta menolak yang lain. Model kedua, yaitu model independensi, yakni mendudukan kaidah ilmiah sains dan agama pada masing – masing wilayahnya, tanpa harus bersinggungan. Model ketiga berjenis dialogis, mencari titik perbedaan atau persamaan antara sains dan agama, kemudian dicoba untuk didudukan secara proporsional dan adil. Hingga model yang dianggap ideal adalah model integrasi atau sinergisitas antara sains dan agama. Karena diyakini informasi yang bersumber dari sains dan agama bisa bersanding dengan harmonis dan menjadi pengetahuan yang kokoh, holistic dan bermartabat. Tata letak sinergisitas tersebut, ternyata bisa berada diruang konsep/ontology, bisa dijalur epestemologi/ proses mendapatkan pengetahuan dan bisa di ranah kemanfaatan ilmu pengetahuan/axiology. Ian Barbour dan kawan-kawan dari saintis Barat, lalu Mulla Sandra, Mehdi Golshani dan pemikir ulung lainnya dari Timur plus Arqam kuswanjono, Agus Purwanto dari Nusantara kita, serta sejumlah intelektual lainnya, sangat konsen menyerukan agar sinergisitas sains dan agama merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan. Keduanya sangat bisa bersanding untuk memberikan berbagai penemuan yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaannya. Agar narasi ini bisa diimplentasikan, maka mutlak kerja sama semua pihak, dimulai dari kultur rumah tangga yang ilmiah dan alamiah, berlanjut pada lembaga pendidikan formal dan non formal, serta terlibatnya peran pemerintah secara maksimal. Sehingga era disrupsi bisa dinikmati kemajuannya dengan baik, sembari mempertimbangkan segala kemungkinan terburuk yang dihadapi dengan bersenjatakan sains yang syarat nilai, karena bersumber dari sains murni dan nilai – nilai agama.