ANALISIS PELAKSANAAN PELUNASAN HUTANG-PIUTANG PUPUK DIBAYAR DENGAN BERAS DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM DI DESA NIUR KECAMATAN MUARA PINANG KABUPATEN EMPAT LAWANG

Abstract

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan pelunasan hutang-piutang pupuk dibayar dengan beras di Desa Niur, Kecamatan Muara Pinang, Kabupaten Empat Lawang. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap pelaksanaan pelunasan utang-piutang pupuk dibayar dengan beras di Desa Niur Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 50 orang, dalam hal ini yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani yang ada di Desa Niur Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang, Menurut Suharsimi Arikunto apabila populasi kurang dari 100 maka yang dijadikan sebagai sampel adalah keseluruhan populasi yang ada yang berjumlah 50 orang. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif. Analisis data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini didahului dengan metode deskriptif analisis kualitatif, yaitu bertujuan mendeskripsikan masalah yang ada sekarang dan berlaku berdasarkan data-data tentang praktik hutang barang dibayar setelah panen di Desa Niur Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang yang didapat dengan mencatat, menganalisis dan menginterprestasikannya kemudian dianalisis dengan teori untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan yang sesuai dengan analisis terhadap hutang pupuk dibayar dengan beras di Desa Niur Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik perjanjian hutang piutang yang terjadi di Desa Niur Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang terjadi ketika seorang debitur atau muqtarid (penerima utang) datang kepada kreditur atau ketua kelompok tani (muqrid/pemberi utang) untuk melakukan pinjaman, kemudian kedua belah pihak tersebut mengadakan ijab qabul secara lisan dan tulisan. Terjadinya perjanjian hutang piutang dikarenakan petani meminjam pupuk kepada ketua kelompok tani, pupuk tersebut akan dibayar dengan beras dengan nominal 1 sak pupuk akan dikembalikan dengan beras sebesar 25 Kg, apabila petani tidak bisa mengembalikan pada saat musim panen tiba maka petani tidak boleh lagi meminjam pupuk dengan ketua kelompok tani tanpa adanya penambahan lainnya dan ini sudah menjadi kesepakan bersama. Jika di lihat dari segi rukun dan syarat sahnya dalam perjanjian ini sudah memenuhi ketentuan hukum Islam yang berlaku. Mulai dari ‘Āqid (orang yang berhutang dan berpiutang) yaitu sudah cakap hukum atau balig. Kemudian Ma’qūd ‘Alaih (objek), yaitu barang yang dijadikan objek hutang baik pupuk atau uang merupakan sudah sah menurut hukum Islam, namun adanya ketidakpastian harga pada periode akan datang sehingga menyebabkan adanya penambahan secara tidak langsung, hal ini menjadikan transaksi tersebut dilarang atau tidak sesuai dengan syariat Islam.