PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI PERADILAN UMUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 tentang judicial review terhadap Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 tahun 2008 yang menimbulkan ketidakpastian hukum, dinyatakan tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan UUD 45. Putusan MK tersebut bersifat final and binding, mengikat seluruh warga negara (erga omnes). Putusan MK menegaskan bahwa penyelesaian sengketa ekonomi syariah adalah menjadi kewenangan absolut Peradilan Agama. Putusan MK tersebut telah mengakhiri perdebatan tentang pasal Pasal 55 ayat 2 dan 3 beserta penjelasannya yang sempat menimbulkan kegaduhan hukum (legal disorder). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif - yuridis empiris. Menggali asas dan norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, serta melihat norma hukum yang terjadi dalam masyarkat, kemudian menganalisis permasalahan dari sudut pandang hukum positif. Melihat bagaimana perkara sengketa ekonomi syariah diadili oleh lembag Peradilan Umum. Ada dua point penting yang ditemukan dalam penelitian. Pertama, Peristiwa penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang diadili oleh lembaga Peradilan Umum. Padahal Putusan MK Nomor 93/PPU-X/2012 tanggal 29 Agustus 2013 menegaskan bahwa sengketa ekonomi syariah adalah kewenangan absolut Peradilan Agama. Kedua Putusan Peradilan Umum yang mengadili sengketa ekonomi syariah tidak mempertimbangkan dogma hukum. Padahal Mahkamah Agung RI telah menentukan bahwa putusan hakim harus mempertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis, filosofis, dan sosiologis. Sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah keadilan yang berorientasi pada keadilan hukum, keadilan moral dan keadilan masyarakat. Putusan Hakim adalah merupakan hukum, semestinya memberikan manfaat dan perlindungan hukum. Bukan sebaliknya menimbulkan keprihatinan hukum. Putusan MK telah mengembalikan kewenangan absolut dalam mengadili sengketa ekonomi syariah kepada Undang Undang Nomor. 3 tahun 2006. Tujuannya adalah mempertegas ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU ini yang menyebutkan bahwa: “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan Ekonomi syariah, dapat berjalan dengan semestinya menurut hukum.