PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI KABUPATEN ACEH UTARA

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Anak korban kekerasan seksual menurut Undang – undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Qanun Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perlindungan Anak. Kajian ini didasarkan pada hasil penelitian di kabupaten Aceh Utara dengan melihat subtansi dua aturan (Undang-undang dan qanun) dan mewawancarai mendalam dengan kepolisian, kejaksaan, Pengadilan Negeri, Mahkamah syari’ah dan P2TP2A dan tokoh masyarakat. Salah satu argumen dalam studi ini adalah Undang-undang dan qanun memberi jaminan hukum yang dapat meringankan kerugian korban dalam proses peradilan dan jaminan lainnya berupa kesehatan, ekonomi dan sosial serta memberatkan sanksi hukuman terhadap pelaku. Namun kedua aturan tersebut tidak mengatur teknis pelayanan secara kongkrit sehingga banyak hak-hak korban yang terabaikan bahkan selama mahkamah syariah diberi kewenangan kompensasi absolut terhadap pidana kekerasan seksual maka subtansi sanksi hukuman dalam Undang-undang dan qanun Perlindungan anak dinyatakan tidak berlaku yang berlaku adalah aturan jarīmah dalam qanun No. 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Dengan demikian di Aceh khususnya Aceh utara terjadi kompetisi hukum dalam penanganan kasus kekerasan seksual, dimana predator anak melalui pengacara memohon diadili di Mahkamah syariah karena sanksi hukuman lebih ringan dibandingkan dengan sanksi hukuman di pengadilan negeri. Akibatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Aceh meningkat dan sulit untuk dihapuskan.