Orientasi Bernegara Republik Indonesia Periode 1959-1965
Abstract
Orientasi Bernegara Republik Indonesia Periode 1959-1965. Kegagalan demokrasi parlementer atau demokrasi liberal menjadikan pemerintahan Indonesia tidak stabil. Sistem demokrasi liberal dengan multipartai yang dijalankan diinspirasi salah satunya dari sistem yang berlaku di Belanda. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum lepas dari pengaruh kolonialisme dan imperialisme menjadikan Sukarno sang Presiden kala itu mencari solusi atas masalah dalam demokrasi liberal dan mencari alternatif lain dalam menjalankan kehidupan bernegara Indonesia yang jauh dari pengaruh kolonialisme dan imperialisme. Demokrasi terpimpin menjadi solusi dari gagalnya demokrasi liberal di Indonesia saat itu. Sejak saat itu fenomena sejarah bernegara Republik Indonesia mulai berkiblat ke negara Cina. Model pembangunan negeri Cina diyakini oleh Sukarno sebagai jalan alternatif modernisasi Indonesia yang berada di tengah pusaran Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode historis. Peneliti menggunakan teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penulis mengambil kesimpulan bahwa faktor penyebab diterapkan demokrasi terpimpin adalah Sukarno sebagai presiden memiliki perkembangan anti imperialisme dan kolonialisme. Hal ini dapat dilihat dari perilaku politiknya yang tumbuh dari faktor eksternal dan berkenaan dengan hal itu Cina memberikan inspirasi saat kunjugan Sukarno ke Cina ditengah kegagalan yang sedang dialami saat pelaksanaan demokrasi liberal, terlebih dengan kenyataan bahwa demokrasi liberal masih mendapatkan pengaruh dari Belanda. Sukarno kemudian menerapkan Demokrasi terpimpin dan Nasakom sebagai alternatif dalam kegagalan demokrasi liberal, hal tersebut justru menimbulkan risiko yang merugikan bagi bangsa Indonesia itu sendiri seperti keterasingan dari dunia Internasional dan terpuruknya ekonomi Indonesia serta peristiwa G30S yang menjadi bibit penggembosan Sukarno.