Walimah dalam Perspektif Hadis: Telaah Kritis Hadis Koleksi Abu Dawud Nomor Indeks: 3742

Abstract

Bentuk syukur yang diekspresikan oleh manusia akan berbeda-beda dengan berbagai kenikmatan yang diperolehnya, ada yang hanya mengucapkan hamdalah, ada yang bereksperi dengan sujud syukur, ada juga berbentuk “syukuran” acara makan-makan. Ditemukan pada kalangan masyarakat sekitar mengadakan “syukuran” identik dengan jamuan makanan, acara makan-makan dalam rangka bersyukur ini dikenal dengan nama acara walimah, prakteknya terkadang menyelengaran dengan besar-besaran, menyelengaran dengan glamor bahkan mengundang dengan jumlah kuantitas di atas rata-rata. Kiranya dipandang perlu ketika praktik pada masyarakat ditinjau ulang dengan merujuk pada praktek keagamaan, praktek rasul dan sahabatnya dalam rangka acara walimah, oleh sebab itu telaah kritis akan hadis walimah dilakukan oleh peneliti agar dapat memahami secara update pada saat Rasul dan sahabatnya dengan masyarakat kekiniaan, menjawab permasalahan tersebut yang diteliti dalam penelitian ini adalah, 1) Bagaimana nilai hadis tentang makanan walimah dalam sunan Abu Dawud 2) Bagaimana sikap yang dianjurkan oleh Nabi dalam menyikapi undangan walimah. Penelitian ini berbasis data kepustakaan dengan meneliti kualitas data yang ada serta melakukan pendekatan historis untuk melihat variabel terkait yang mewarnai dan mempegaruhi pemaknaan hadis dengan mengkaitkan kontekstualitas masyarakat saat ini. Peneliti menemukan, 1) Hadis yang mula-mula berstatus mursal sahabi, menjadi marfu' dengan ditemukan mutabi' lain dari jalur Muslim sehingga dapat diberlakukan setara dengan hadis marfu' itu sendiri, sedangkan kualitas sanadnya berstatus sahih. Kandungan matan tidak ditemukan unsur shad dan 'illat, sehingga hadisnya tetap berkualitas sahih dan dapat dipakai sebagai hujjah. Kondisi sanad dan matan yang sahih menunjukkan keberadaan hadis ini maqbul sebagai hujjah dan ma'mulun bihi. 2) Ketika mengadakan acara walimah disesuaikan dengan kondisi penyelenggara walimah, sebagai penghapus sikap diskriminatif antar golongan berada dengan golongan tidak ada, ta'aruf (saling kenal) antar warga sehingga interaksi sosial semakin solid, mempererat tali silaturrahim atau kerukunan bertetangga yang akhirnya menunjukkan tumbuh berkembangnya kekuatan sosial islami dan stabilitas sosial antar keluarga, warga dan teman seprofesi tetap terjaga.